EKBIS.CO, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku jengkel hingga kini pemerintah belum mampu menyelesaikan masalah defisit neraca transaksi berjalan (CAD) dan juga defisit neraca perdagangan. Ia menyebut, sudah 20 tahun masalah perekonomian ini belum juga bisa diselesaikan.
"Kita ini lebih dari 20 tahun tidak bisa menyelesaikan yang namanya defisit transaksi berjalan, defisit neraca perdagangan," kata Jokowi saat meresmikan pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2019 di Hotel Shangri-la, Jakarta, Kamis (9/5).
Menurutnya, untuk menyelesaikan masalah tersebut diperlukan investasi yang berorientasi pada ekspor dan juga investasi yang berorientasi pada substitusi barang-barang impor. "Dua ini yang penting. Investasi yang berorientasi pada ekspor, investasi yang berorientasi pada substitusi barang-barang impor," ujarnya.
Kendati demikian, Jokowi menyebut sulitnya perizinan investasi menjadi salah satu penghambatnya. Perizinan investasi selama ini sangat berbelit-belit dan menyulitkan para investor.
Padahal, lanjutnya, selama lima tahun terakhir ini tak sedikit investor yang tertarik berinvestasi di Indonesia. Namun yang terealisasi justru sangat sedikit akibat rumitnya perizinan.
"Izin mbulet-mbulet kayak gini. Contoh saja pembangkit listrik baik tenaga uap, angin, panas bumi, semuanya ruwet, ruwet, ruwet," kata dia.
Ia melanjutkan, pada lima tahun lalu, izin yang harus dilalui oleh para investor tercatat sebanyak 259 izin. Penyelesaian izin itupun membutuhkan proses hingga tiga tahun dan akhirnya membuat para investor mengurungkan niatnya. Karena itu, Jokowi mengatakan pemerintah telah memangkas izin hingga 58 izin. Namun menurutnya jumlah itupun masih terlalu banyak.
"Apa-apaan izin 58? Maksimal 5 cukup. Izin apa? Kita kurang listrik, ada investasi yang membangun listrik, ha kok ga bisa kita jemput dengan baik, kita eksekusi dengan baik," ujar Jokowi.
Bahkan menurut Jokowi, jika perlu izin untuk investasi yang berorientasi ekspor dan investasi substitusi barang impor tidak diperlukan. Izin tersebut kata dia, dapat diberikan di kemudian hari.
"Jengkel saya, nggak bisa menyelesaikan yang sudah kelihatan. Kalau lingkup kota saya layani sendiri. Masih sanggup saya layani sendiri, lingkup provinsi sanggup layani sendiri, tapi ini lingkup negara besar," tegas Presiden.
Karena itu, mantan Gubernur DKI Jakarta itu menekankan agar dibangun kemauan dan niat yang kuat dari para pemimpin daerah untuk menyelesaikan masalah ini. Sehingga Indonesia tidak terus terjebak pada //middle income trap// dan mampu masuk dalam lima besar negara dengan ekonomi terkuat di dunia.