Senin 13 May 2019 10:30 WIB

Keterlibatan Bulog dalam BPNT Ciptakan Integrasi Hulu-Hilir

Sejak program rastra diganti dengan BPNY, penugasan publik ke Bulog berkurang

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Beras Bulog
Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Beras Bulog

EKBIS.CO, JAKARTA – Pengamat Pertanian Khudori menilai, pemerintah harus segera mencari outlet penyaluran terhadap beras Perum Bulog yang sudah diserapnya. Sebab, beras merupakan komoditas yang tidak tahan lama, sehingga kerugiannya harus ditanggung.

Khudori menuturkan, penyerapan dan penyaluran beras masyarakat merupakan tugas dari negara, kerugian tidak hanya ditanggung Bulog, juga negara. Menurutnya, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menjadikan Bulog sebagai suplai utama beras untuk Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

Baca Juga

"Program ini merupakan peralihan dari beras sejahtera (rastra), dan membuat outlet hilir menjadi ada kembali," ujarnya ketika dihubungi Republika, Ahad (12/5).

Sejak program rastra perlahan dikonversikan menjadi BPNT pada 2017, penugasan publik kepada Bulog menjadi berkurang. Padahal, menurut Khudori, kegiatan terbesar yang ditangani Bulog adalah penugasan publik dan sebagian besarnya merupakan komoditas beras.

Dalam angka, Bulog dapat menyalurkan beras untuk rastra pada 2016 mencapai 2,9 juta ton sampai 3 juta ton ekuivalen beras per tahun. Angka tersebut menurun terus sampai sepertiganya pada 2018, yakni 1,2 juta ton. "Tahun ini, sisa 350 ribuan ton dan pertengahan tahun, semua akan dikonversikan ke BPNT," ucap Khudori.

Menurut Khudori, konversi tersebut berat buat Bulog. Sebab, penyaluran secara komersil belum dapat dikembangkan, meski sudah dirintis sejak lama. Ia memperkirakan, komersil hanya mampu menopang 15 sampai 20 persen bisnis Bulog. Dengan penurunan output, sudah pasti penugasan Bulog menurun.

Di sisi lain, Khudori menambahkan, penugasan bagi Bulog saat ini terbilang tidak masuk akal. Mereka tetap disuruh melakukan penyerapan beras dari petani. Bagi institusi bisnis seperti Bulog, apabila terus ditugaskan untuk menyerap sedangkan outlet hilir tidak ada adalah hal sulit.

Bulog hanya dapat mengandalkan operasi pasar (OP) untuk outlet penyaluran. Menurut catatan Kudori, OP tahun lalu mencapai 550 ribuan ton atau naik signifikan dibanding dengan 2017, yakni 150 ribu ton. Jumlah tersebut besar untuk sepanjang tahun tanpa jeda, termasuk di musim panen raya.

Khudori menjelaskan, solusi paling efektif saat ini adalah membiarkan Bulog menjadi supplier utama beras dalam program BPNT. Kebijakan ini akan memungkinkan integrasi antara hulu dan hilir ada. "Ketika pemerintah hanya mewajibkan serap tanpa ada hilirnya, integrasi sama saja dengan terputus," katanya.

Hanya saja, Khudori mengatakan, Bulog harus menyediakan berbagai kualitas untuk kelompok penerima manfaat (KPM) BPNT. Tujuannya, agar KPM tetap memiliki pilihan pangan sesuai dengan referensinya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement