EKBIS.CO, Kementerian Koperasi dan UKM mendukung peternak sapi di Kuningan untuk membangun industri pupuk dan gas berbasis kotoran sapi. Alasannya saat ini kotoran sapi di Kabupaten Kuningan sudah sangat meresahkan sehingga bisa menimbulkan gesekan sosial.
Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Abdul Kadir Damanik menyatakan salah satu solusinya adalah membangun industri pupuk. Untuk membangun industri pupuk dan gas berbasis kotoran hewan tersebut, Damanik mengajak beberapa stakeholder lain dari pihak usaha besar, seperti PT Pupuk Indonesia (holding), PT Petrokimia Gresik, dan PT Pupuk Kujang, untuk bermitra dengan pelaku koperasi peternak dan susu di Kuningan.
"Kita juga menggandeng Kemenristek Dikti dan Kementerian ESDM yang menyangkut teknologi pengolahan kotoran hewan menjadi pupuk dan energi" , kata Damanik.
Damanik berharap kemitraan yang terjalin antara usaha besar dengan KUMKM ini sifatnya bisa saling memperkuat, saling menguntungkan, dan saling membesarkan. "Bila sebelumnya kotoran sapi langsung dijadikan pupuk, sekarang diubah dulu menjadi sumber energi gas. Bila ingin menjadi sumber listrik, harus ada penambahan investasi pembelian genset", jelas Damanik.
Untuk mengubah menjadi energi gas, Damanik mengungkapkan bahwa pihaknya sudah menggandeng Dinas ESDM Provinsi Jabar untuk menyediakan sebanyak 100 unit Digester, yaitu sebuah teknologi yang bisa mengubah kotoran sapi menjadi gas atau energi listrik.
"Dalam proses menjadi gas, Digester tetap menyisakan ampas kotoran yang nantinya akan diolah bersama Petrokimia menjadi pupuk organik. Tugas Pupuk Kujang adalah menampung dan memasarkan hasil gas dan pupuk dari Kuningan", ucap Damanik.
Untuk mewujudkan kemitraan saling menguntungkan itu, Damanik meyakini Pemkab Kuningan dapat menyiapkan lahan yang dibutuhkan bagi pengembangan industri gas dan pupuk berbasis kotoran sapi di Kuningan. "Minimal dua hektar lahan yang dibutuhkan, dan saya yakin itu ada. Apalagi, dalam kemitraan ini semua dalam koordinasi dengan Pemkab Kuningan yang membawahi peternak sapi, investor, Kemenkop UKM, dan kementerian lain", ujar Damanik.
Sementara itu, Bupati Kuningan Acep Purnama mengakui adanya polemik di tengah masyarakat terkait dengan belum tertata dengan baik pengaturan limbah kotoran sapi yang dihasilkan kurang lebih sekitar 8000 peternak sapi di seluruh Kuningan. "Limbah kotoran sapi dianggap mencemarkan lingkungan dan menghasilkan bau menyengat tak sedap. Banyak komplain datang dari wisatawan. Lebih dari itu, di hilir banyak kolam ikan dan sawah yang juga terkena dampak", ungkap Bupati Kuningan.
Maka, Acep menyambut baik solusi yang ditawarkan Kemenkop dan UKM dengan memanfaatkan dan membangun potensi dari limbah kotoran sapi. "Saya yakin kita dapat menyelesaikan kotoran sapi sebagai masalah sosial menjadi sebuah potensi ekonomi yang besar", tandas Acep.
Dalam kesempatan yang sama, Pengurus KSU Karya Nugraha Jaya Iding Karnadi menyebutkan bahwa kisruh kotoran sapi bisa terjadi karena lokasi peternakan yang berada di tengah masyarakat. "Hampir semua peternak sapi anggota KSU Karya Nugraha yang jumlahnya sekitar 1000 peternak itu hanya memiliki lahan untuk kandang, tanpa ada untuk pengolahan limbah kotoran sapi", kata Iding
Seharusnya, lanjut Iding, ada semacam kolam penampungan dan penyaringan, sehingga saat mengalir ke sungai sudah tidak membawa ampas dan bau menyengat. "Solusi efektif lainnya adalah mengubah kotoran sapi menjadi biogas dan pupuk organik", tukas Iding.
Solusi efektif lainnya, kata Iding, adalah relokasi seluruh peternak sapi di wilayah Kecamatan Cigugur ke wilayah lain yang jauh dari pemukiman. "Solusi lahannya bisa dipikirkan bersama antara Pemkab Kuningan dengan pemerintah desa", pungkas Iding.