EKBIS.CO, JAKARTA – Di tengah lesunya kinerja ekspor neraca perdagangan Indonesia pada April 2019, kinerja ekspor sawit beserta produk turunannya justru mengalami peningkatan. Volume ekspor sawit tercatat naik 16 persen secara tahunan atau year on year (yoy) dari 7,84 juta ton di kuartal I 2018 menjadi 9,1 juta ton di periode sama 2019.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat, ekspor minyak sawit mengalami peningkatan sebesar 3 persen dibandingkan Februari dari 2,88 juta ton menjadi 2,96 juta ton. Ketua Umum Gapki Joko Supriyono mengatakan, ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya ke Jepang, Korea Selatan, dan Malaysia mengalami peningkatan pada Maret tahun ini.
“Tetapi memang, negara tujuan utama ekspor seperti India lesu. Permintaan CPO juga berpengaruh,” kata Joko kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (15/5).
Menurut dia, penurunan ekspor sawit ke sejumlah negara utama tujuan ekspor dikarenakan adanya sentimen Renewable Energy Directive (RED) II yang menghantam pergerakan kinerja ekspor Indonesia melesu. Selain itu dia menilai, faktor lainnya juga menyebabkan kinerja ekspor yakni perang dagang antara Amerika Serikat dengan Cina yang masih menegang.
Dia menambahkan, sektor industri dilrediksi masih akan mengalami hal berat tahun ini akibat efek perang dagang kedua negara tersebut. Hal itu, kata dia, bakal berdampak negatuf terhadap perekonomian global yang salah satu contohnya kini dirasaman Indonesia pada triwulan I.
Berdasarkan catatan Gapki, ekspor CPO beserta turunannya ke India mengalami penurunan signifikan sebesae 62 persen dalam skala perbandingan bulan atau month on month yakni 516.530 ton di Februari menjadi 195.410 ton. Selain itu, permintaan minyak sawit India ke Malaysia juga mengalami penurunan.
“Penurunan permintaan CPO ini juga dialami oleh Afrika sebanyak 38 persen, Amerika Serikat sebesae 10 persen, dan Uni Eropa 2 persen,” kata dia.
Joko menambahkan, penyerapan dalam negeri mengalami penurunan yang disebabkan keterlambatan permintaan dari Pertamina ke titik penyaluran. Tercatat, penyerapan biodiesel sepanjang Maret sebesar 527 ribu ton mengalami penurunan 19 persen dibandingkan Februari yang tercatat mencapai 648 ribu ton.