EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Vivi Yulaswati mengatakan Pemerintah Indonesia mendorong keluarga miskin menjadi kelompok menengah tangguh. Menurut Vivi,ketika keluar dari garis kemiskinan, keluarga tersebut harus tetap mendapatkan pendampingan, pelatihan, dan akses permodalan.
"PR (pekerjaan rumah) kita ke depan sebagai negara berpendapatan menengah mendorong orang-orang untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, yang miskin untuk keluar (dari kemiskinan), nah tapi juga kita mesti memastikan mereka menjadi kelompok menengah yang tangguh, bukan pada saat kalau terjadi guncangan harga naik jatuh lagi jadi miskin," kata Vivi di Jakarta, Rabu (15/5).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2018, ada 9,66 persen untuk angka kemiskinan di Indonesia atau sebesar 25,7 juta jiwa penduduk miskin.
Dia mengatakan yang menjadi perhatian pemerintah bukan saja masyarakat di bawah garis kemiskinan, tapi juga warga yang berada sedikit di atas garis kemiskinan, yang juga merupakan kelompok yang rentan, yang dapat jatuh menjadi kelompok miskin jika tidak ada upaya afirmasi ke depan untuk penguatan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat.
Menurut Vivi, untuk bisa memandirikan keluarga miskin menjadi keluarga menengah, maka secara teori diperlukan waktu sekitar tiga tahun asal ada upaya konsisten untuk membantu mereka memiliki pendapatan, pekerjaan dan kegiatan ekonomi produktif yang lebih baik serta penghidupan yang berkelanjutan.
"Selain dapat bantuan, dia (keluarga miskin) dapat tambahan pelatihan, dapat permodalan, dapat aset dan coaching atau pendampingan, termasuk keberlanjutan bisnis. 36 bulan rata-rata mereka bisa succeed (berhasil) untuk benar-benar keluar dari garis kemiskinan dan lari sendiri jadi mandiri," tuturnya.
Dia menuturkan saat ini masih ada 292 kabupaten yang masih berada di atas garis kemiskinan nasional, sehingga harus ada upaya menghubungkan perlindungan sosial dengan penghidupan berkelanjutan yang mana bisa disesuaikan dengan potensi dan kearifan lokal, baik bagi masyarakat yang hidup di pesisir, pedalaman, pulau, desa dan kota.
"Ke depan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Nasional) pengentasan kemiskinan kita kaitannya dalam pembangunan SDM (sumber daya manusia), pasti dipastikan dari layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan terpenuhi," ujarnya.
Untuk penguatan ekonomi, maka peluang dan akses permodalan dan pekerjaan harus lebih luas lagi.
Dia mengatakan untuk mewujudkan semua itu, maka diperlukan kolaborasi atau kerja sama lintas lembaga dan kementerian serta keterlibatan dunia industri, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat serta masyarakat.
Pada 2010 ada sekitar 19 persen kelompok menengah di Indonesia, maka pada 2045 diperkirakan akan menjadi 80 persen kelompok menengah, yang mana kelompok masyarakat produktif akan sangat besar.
Meski demikian, masyarakat yang tergolong kelompok miskin juga tidak boleh dibiarkan begitu saja, tapi harus dipacu untuk mengejar kesejahteraan dan penghidupan yang lebih baik. Untuk itu, harus dibangun upaya afirmasi untuk membangun kapasitas atau keterampilan warga, membuka berbagai peluang agar ekonomi lebih inklusif.
Dia menuturkan untuk meningkatkan kesejahteraan dari masyarakat yang paling miskin, solusinya adalah mendorong pengembangan aspek ekonomi termasuk harus mempunyai kapasitas bekerja dan diberikan kesempatan bekerja serta mendapat perlindungan sosial baik dalam bentuk bantuan dan jaminan sosial.