EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah mengambil sejumlah langkah kebijakan terkait pencatatan impor minyak hasil eksplorasi PT Pertamina yang masuk Indonesia untuk menekan defisit neraca perdagangan migas. Hal ini diputuskan dalam Rapat Koordinasi yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di Jakarta, Rabu (22/5).
Darmin mengatakan, sebetulnya, defisit migas Indonesia tidak terlalu lebar. Masyarakat perlu tahu bahwa hasil eksplorasi minyak yang dilakukan Pertamina di luar negeri dan dibawa ke dalam negeri tercatat sebagai barang impor.
"Itulah yang menyebabkan defisit neraca perdagangan menjadi lebar," ujarnya.
Untuk mengatasinya, Darmin menjelaskan, pemerintah akan mencatat hasil investasi dari Pertamina di luar negeri sebagai pendapatan primer di neraca pembayaran. Di sisi lain, pencatatan atas importasi crude oil atau minyak mentah hasil investasi dari Pertamina di luar negeri tetap dicatat di neraca perdagangan.
Kedua pencatatan tersebut sesuai dengan standar International Merchandise Trade Statistic (IMTS) dan standar Balance of Payment Manual IMF. Dengan pencatatan hasil investasi Pertamina tersebut, maka pendapatan primer di neraca pembayaran akan meningkat. Cara ini diharapkan dapat mengurangi defisit neraca transaksi berjalan (Current Account Deficit).
Darmin menyebutkan, setiap tahun, nilai importasi minyak mentah hasil investasi Pertamina dapat mencapai sekitar 450 juta dolar AS. Nilai tersebut biasa masuk ke impor dalam neraca barang. "(Padahal) itu kan punya kita," ucapnya.
Selain pencatatan, pemerintah juga mengatasi defisit neraca dagang migas melalui memaksimalkan pengolahan minyak mentah di dalam negeri dengan tujuan pasar domestik. Cara ini sudah disampaikan melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang diberlakukan per Mei 2019.
Darmin menjelaskan, minyak mentah hasil eksplorasi bagian Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di dalam negeri yang selama ini diekspor, sebagian diolah di kilang Pertamina di dalam negeri. Hal ini akan mengurangi impor crude oil yang dibutuhkan oleh Pertamina untuk memproduksi BBM, seperti solar dan avtur.
Dengan adanya kebijakan ini, Darmin berharap, defisit neraca perdagangan migas akan dapat dikurangi dalam waktu dekat. "Kita berharap bisa berdampak," tuturnya.