EKBIS.CO, JAKARTA — Kementerian Pertanian memberikan perhatian serius untuk program pengendalian dan pemberantasan Rabies di Pulau Sumbawa. Khususnya Kabupaten Dompu. Hal itu dilakukan dengan mendorong partisipasi masyarakat agar terlibat aktif dalam pengendalian dan pemberantasan rabies.
“Mari bersama-sama kita cegah rabies dengan sinergi,” ujar Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) I Ketut Diarmita dalam sambutannya pada pertemuan koordinasi zoonosis rabies Kabupaten Dompu di Pendopo Bupati Dompu, pada Jumat (24/5).
Sejak ditetapkan sebagai daerah kejadian luar biasa Rabies oleh bupati pada tanggal 30 Januari 2019, sampai 22 Mei 2019 tercatat ada 1.147 kasus orang digigit anjing. Sembilan orang di antaranya meninggal dunia.
Kementerian Pertanian telah menerbitkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 223/Kpts/PK.320/M/3/2019 tentang Status Situasi Wabah Penyakit Hewan Rabies di Pulau Sumbawa Provinsi NusaTenggara Barat. Tujuannya untuk mengantisipasi penyebaran wabah ini ke wilayah lain, serta untuk pelaksanaan pemberantasan rabies di wilayah tersebut,
Fluktuatif
Koordinasi wabah rabies di Kabupaten Dompu
Bupati Dompu, Bambang M Yasin menyampaikan bahwa kasus gigitan anjing pada manusia di Dompu bersifat fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh kurangnya informasi tentang peta penyebaran dan jumlah populasi anjing di Kabupaten Dompu.
Pada saat ini Pemda telah membuat kesepakatan dengan masyarakat bahwa anjing berpemilik/peliharaan harus diikat agar memudahkan pemberantasan Rabies. Bambang juga meminta agar pengendalian dan pemberantasan rabies bukan hanya urusan Pemerintah.
“Masyarakat harus proaktif dalam pengendalian rabies mengingat Rabies adalah ancaman bagi semua. Pemerintah dan masyarakat harus saling bekerjasama, bahu-membahu dan berkomitmen dalam upaya pengendalian dan pemberantasan Rabies di Kabupaten Dompu” pintanya.
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Syamsul Ma'arif menyampaikan prinsip pencegahan dan pengendalian rabies. Yaitu dengan memastikan bahwa hewan rentan rabies khususnya anjing telah divaksin dan tidak dilepasliarkan.
Pengendalian populasi anjing dapat dilakukan dengan tetap memperhatikan aspek kesejahteran hewan dan standar teknis pengendalian, ketersediaan sarana/prasarana yang ada, dan dukungan sumberdaya. Pada prinsipnya pengendalian penyakit rabies memerlukan kerja sama secara terpadu lintas sektor dengan melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat dengan menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat untuk melaporkan ke Dinas Kesehatan/Puskesmas setiap ada kasus gigitan HPR.
“Pemerintah bersama masyarakat harus terus berupaya mengantisipasi menyebarnya penyakit rabies di Provinsi Nusa Tenggara Barat agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat dan meraih kembali predikat sebagai wilayah yang bebas rabies,” imbaunya.
Vaksinasi
Petugas dokter hewan memperlihatkan vaksin rabies.
Arif Wicaksono petugas Direktorat Kesehatan Hewan Kementan menjelaskan bahwa dalam pemberantasan rabies diperlukan estimasi populasi berbasis desa. Juga vaksinasi massal yang difokuskan di wilayah kasus/risiko tinggi pada semua anjing.
Sedangkan kegiatan sosialisasi rabies perlu dilakukan secara lebih massif kepada masyarakat, khususnya mengenai bahaya rabies dan pentingnya vaksinasi. Lebih lanjut Arif menambahkan bahwa dalam mendukung pemberantasan rabies di Pulau Sumbawa, Kementan telah memberikan 10.000 dosis vaksin rabies, 8.000 kalung anjing, alat-alat peraga dan materi untuk sosialisasi kepada masyarakat. Serta pelaksanaan sosialisasi rabies untuk masyarakat umum dan anak sekolah.
Perwakilan Kementerian Kesehatan, Siti Ganefa menjelaskan bahwa penanganan rabies harus dilakukan dengan pendekaan one health. Pemda memegang peran sentral dalam penyelesaian persoalan kesehatan masyarakat.
“Pada prinsipnya pengendalian penyakit rabies memerlukan kerjasama secara terpadu lintas sektor dengan melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat, misalnya dengan melaporkan setiap ada kasus gigitan Puskesmas setempat,”pungkasnya.