EKBIS.CO, BATOLA — Petani Barito Kuala (Batola) Kalimantan Selatan diimbau untuk menggunakan alat dan mesin pertanian (Alsintan) dengan berkelompok. Hal ini dimaksudkan untuk efisiensi sehingga para petani tak perlu membayar pengawas.
“Sama-sama menjaga alat dan mesin pertanian ini. Sama-sama bertanggung jawab. Kekeluargaannya dijaga. Karena itu adalah kunci membangun pertanian di mana pun,” ujar Menteri Pertanian Amran Sulaiman saat mengunjungi para petani di Barito Kuala Kalimantan Selatan pada Ahad (26/5).
Petani di sana mendapatkan bantuan excavator untuk mengoptimasi penggunaan lahan rawa. Fasilitas itu harus digunakan secara berkelompok seperti brigade. Menurutnya, hanya dengan cara ini penggunaan excavator dapat lebih maksimal dengan biaya yang lebih hemat.
Amran menginginkan ada 5 sampai 6 alat berat yang mengerjakan satu lokasi sekaligus. Dengan bergerak dalam tim, pengawasannya akan mudah dan murah. Sedangkan jika bekerja sendiri-sendiri, biayanya akan mahal karena butuh pengawas yang banyak.
“Mau yang mudah dan murah atau yang susah dan mahal? Tolong ikuti prosedur. Satu lokasi kerjakan dengan 5 eksavator sekaligus, sehinggga cepat bergerak nya. Beda kalau 1 lokasi hanya 1 mesin. Beda spiritnya. Dalam 1 brigade lebih cepat, ” ujar Amran, saat meninjau perkembangan program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (Serasi).
Menjadi tumpuan pangan nasional
Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Menteri Pertanian Brasil Tereza Cristina mengadakan pertemuan di Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (20/5).
Dengan optimasi lahan sawah rawa, Mentan optimistis Kalimantan Selatan akan menjadi salah satu tumpuan untuk pemenuhan kebutuhan pangan nasional. “Delapan ribu manusia lahir per hari di Indonesia. Begitu lahir masih minum ASI. Ibunya harus makan agar anaknya bisa minum ASI. Saat anaknya mulai tumbuh, bertambah lagi kebutuhan,” jelas Amran.
Untuk merealisasikan optimisme Kalsel menjadi tumpuan pemenuhan kebutuhan pangan, pemerintah menurunkan puluhan excavator yang nilainya bisa mencapai Rp 3 miliar per unit. Excavator digunakan untuk menyiapkan irigasi. Sehingga penggunaan bibit varietas Inpari 2 yang cocok untuk lahan rawa, bisa optimal meningkatkan produktivitas panen padi.
Dulu produksi hanya 2-3 ton per hektare per tahun. Bagaimana bisa sejahtera? Sekarang negeri ini punya varietas baru bernama Inpara 2, bisa maksimal 6 ton per hektare. Tantangan Amran membakar semangat petani, yang kompak menyanggupi. “Itu baru sekali, kalau bisa tanam 3 kali setahun, berapa kali lipat pendapatan Petanian meningkat?,” tegas Amran yang segera disambut antusias petani.
Program Serasi berbasis riset dan teknologi
Menteri Pertanian Andi Amran Suilaiman berjalan di sekitar lahan rawa yang dijadikan sawah.
Mentan Amran mengingatkan, Program Serasi dirintis bertahap sejak dua tahun lalu diawali dengan melakukan penelitian dan pengamatan terkait persoalan di lahan rawa. Benih yang ditanam awalnya tidak cocok hingga ditemukan Inpara 2. Dengan kondisi Ph yang rendah, varietas bibit ini bisa menyesuaikan produksi hingga 6 ton.
Upaya sungguh-sungguh ini dilakukan, mengingat potensi lahan rawa yang begitu besar. Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy menjelaskan di Kalsel potensi lahan rawa ada sekitar 257.300 ha. Dari jumlah tersebut yang sudah ada CP/CL (Calon Petani/Calon Lahan) seluas 160.481 ha.
Sudah disurvei seluas 43.188 hektare dan sudah didesain seluas 38.121 hektare. Sementara yang dalam proses pekerjaan fisik kontruksi seluas 2.143 hektare. Potensi ini kemudian dioptimalkan dengan mentransformasi pertanian tradisional menjadi mekanisasi.
Setelah mendengarkan penjelasan pemanfaatan lahan sawah pada peringatan Hari Pangan Nasional (HPS) ke-38 di Desa Jejangkit, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan akhir 2018 lalu, Perwakilan dari Food and Agriculture Organization (FAO) di Indonesia, Stephen Rudgard menilainya sebagai sebuah terobosan baru dalam membangun kantong penyangga pangan nasional.
Menurutnya, pemanfaatan lahan rawa menjadi solusi guna memastikan ketersediaan pangan dan masa depan pertanian Indonesia. Terutama dalam menghadapi tantangan pertambahan jumlah penduduk, meningkatknya urbanisasi dan perubahan permintaan konsumen.
“Kami sangat senang bahwa Kementerian Pertanian mempromosikan penerapan praktik-praktik pertanian yang baik terkait penerapan model FAO untuk intensifikasi produksi pangan yang berkelanjutan,” ujar Stephen ketika itu.