EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan menginstruksikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menyalurkan cabai petani ke pasar di daerah-daerah yang memiliki tren harga tinggi. Sejauh ini, harga pembelian cabai di tingkat petani terbilang anjlok di kisaran Rp 4.000-Rp 5.000 per kilogram (kg).
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kemendag Tjahya Widayanti belum mengetahui rendahnya harga pembelian cabai di tingkat petani. Dia juga mengakui, pemerintah belum membentuk harga acuan pembelian untuk komoditas hortikultura seperti cabai. Kendati begitu, dia menyayangkan rendahnya harga pembelian yang diterima petani saat ini.
“Saya baru dengar. Nanti saya instruksikan BUMN untuk serap dan salurkan ke daerah-daerah yang harga cabainya tinggi, seperti Papua,” kata Tjahya saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (16/6).
Berlangsungnya masa panen cabai di Jawa Tengah dan Jawa Timur, tidak selaras dengan meningkatnya pendapatan petani. Dengan ini petani mengeluhkan kelebihan produksi atau over suplai yang membengkak, tidak sejalan dengan biaya produksi yang mahal yang telah mereka keluarkan.
Di sisi lain Tjahya menjelaskan, terdapat ketidaksingkronan antara suplai dengan kebutuhan pasar. Sehingga di satu sisi harga pembelian di tingkat petani anjlok, justru harga di tingkat konsumen masih bertahan tinggi. Tjahya menyebut, harga cabai rawit di pasar memang masih terkontrol, sedangkan harga cabai merah keriting masih mengalami kenaikan harga.
“Artinya bisa saja suplainya tidak bisa mengimbangi kebutuhan pasar untuk yang cabai keriting. Karena kan memang, masyarakat kita lebih membutuhkan yang cabai keriting untuk keperluan konsumsi,” kata Tjahya.
Dia menambahkan, suplai dengan kebutuhan yang berbeda tersebut terjadi antara wilayah produksi cabai dengan wilayah yang mengkonsumsi cabai. Sehingga terdapat tambahan biaya transportasi untuk menyuplai cabai dari wilayah produksi ke wilayah konsumsi. Sedangkan terkait jalur distribusi, Tjahya meyakini tidak ada kendala berarti baik bencana alam ataupun akses jalan yang terhambat.
Adapun mekanisme jalur distribusi melalui tengkulak, distributor, hingga ke pasar-pasar induk di setiap wilayah masih berjalan dengan mekanisme yang ada. Sehingga jika terdapat informasi yang mencurigakan atas pergerakan mereka, Tjahya memastikan, hal tersebut akan terus berada di bawah pengawasan Kemendag sehingga hal itu tidak dimungkinkan terjadi.
“Di jalur distribusi mereka nggak berani main-main lah, kartel seperti itu nggak ada,” kata Tjahya.
Berdasarkan catatan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga cabai merah besar pada 16 Juni 2019 berada di rata-rata Rp 48.980 per kg atau naik sebesar 2,09 persen dibandingkan hari sebelumnya. Sedangkan untuk harga cabai merah keriting terpantau berada di harga rearata Rp 49.450 per kg. Dari catatan tersebut, harga cabai rawit merah meski diklaim pemerintah memiliki produksi yang tinggi, justru mengalami kenaikan di rerata nasional Rp 39.450 per kg atau naik 0,25 persen dibandingkan dengan hari sebelumnya.
Tjahya menambahkan, untuk menekan harga cabai di beberapa wilayah, pihaknya telah mendapat rekomendasi dari Satuan Tugas (Satgas) pangan untuk membeli alat penyimpanan produk pertanian seperti cold storage. Untuk itu, kata dia, di beberapa wilayah seperti Provinsi Jambi sudah mulai melaksanakan rekomendasi yang diberikan tersebut.
Senada dengan hal tersebut, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, guna menjaga stabilitas harga cabai baik di tingkat petani maupun konsumen, pihaknya bersama-sama dengan kementerian dan lembaga pemerintah akan memperluas jangkauan cold storage di wilayah-wilayah yang memiliki gejolak harga.
“Petani juga nantinya aman dengan cold storage ini, kita upayakan biar harga beli di petani bisa tinggi. (Cold storage) Ini sudah dibangun dan akan terus ditambah,” kata Amran saat ditemui di Maros, Sulawesi Selatan, Sabtu (15/6).
Amran juga meminta kepada BUMN melalui Bulog untuk menyerap panen cabai petani yang sedang berlangsung. Menurut dia, produksi cabai secara keseluruhan sudah berada di posisi normal dan bahkan berlebih. Hal itu juga memunculkan wacana, kata Amran, untuk dapat mengekspor ke luar negeri. Kendati demikian dia menegaskan, pihaknya akan terlebih dahulu mendahulukan kebutuhan dalam negeri.