EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah pusat belum memutuskan secara final kenaikan harga rumah subsidi. Rencana kenaikan harga rumah subsidi memang sudah bergulir sejak 2018 lalu, dilatari oleh kenaikan harga tanah, kenaikan belanja bahan bangunan, dan besaran tarif pajak. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyebutkan, pihaknya masih mematangkan besaran kenaikan harga rumah subsidi yang nantinya akan berlaku sesuai daerah.
"Saya sudah baca tadi malam ada kenaikan sedikit. Tapi saya belum tanda tangan," kata Basuki di Istana Negara, Senin (17/6).
Basuki menjelaskan, belum ditekennya beleid soal kenaikan harga rumah subsidi disebabkan oleh perlunya koordinasi mendalam dengan pengembang perumahan dan Real Estate Indonesia (REI). Bila angka kenaikan harga yang diajukan sudai sesuai kajian dan sejalan dengan angka yang diajukan para pengembang, maka Basuki menyebutkan akan meneken aturan terkait kenaikan harga rumah subsidi.
"Kalau mereka (pengembang) bilang sudah (sesuai), saya tanda tangan. Nggak terlalu banyak (kenaikan), naiknya sekitar Rp 10 juta. Dari Rp 140 juta jadi Rp 153 juta," jelas Basuki.
Kenaikan harga rumah subsidi diprediksi bervariasi antara Rp 10 juta hingga Rp 13 juta, dari harga sebelumnya yakni Rp 140 juta. Kebijakan kenaikan harga rumah subsidi ini, lanjut Basuki, juga akan melibatkan masukan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan pakar kebijakan publik.
Selain kenaikan harga rumah subsidi, Menteri PUPR juga sedang menggodok perubahan aturan mengenai batas maksimal penghasilan yang diizinkan untuk membeli rumah subsidi. Namun Basuki mengaku, beleid ini belum rampung disusun.
Pemerintah mencatat, pembangunan rumah subsidi selama 2018 lalu mencapai 1.132.621 unit. Sementara tahun 2019 ini, jumlah pembangunan rumah subsidi ditargetkan mencapai 1,25 juta unit.