EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2019 melandai akibat kinerja ekspor yang turun. Gubernur BI, Perry Warjiyo menyampaikan eskalasi ketegangan hubungan dagang telah berdampak pada penurunan kinerja ekspor Indonesia.
"Ini akibat terbatasnya permintaan dunia dan turunnya harga komoditas, meskipun sejumlah komoditas seperti kimia, besi dan baja, batubara dan minyak nabati masih relatif baik," kata dia dalam konferensi pers di Kompleks BI, Jakarta, Kamis (20/6).
Investasi non bangunan belum meningkat signifikan dipicu dampak perlambatan ekspor, meskipun investasi bangunan tetap berlanjut. Sementara itu, konsumsi diprakirakan tetap baik didukung terjaganya daya beli dan keyakinan masyarakat.
Permintaan domestik yang tumbuh terbatas mengakibatkan impor diprakirakan menurun. Ke depan, upaya untuk mendorong permintaan domestik perlu ditingkatkan untuk memitigasi dampak dampak negatif perlambatan ekonomi dunia akibat ketegangan hubungan dagang.
"Secara keseluruhan, BI memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 berada di bawah titik tengah kisaran 5,0-5,4 persen," kata dia.
Sesuai dengan mandatnya, BI memastikan kebijakan makroprudensial juga tetap akomodatif untuk mendorong penyaluran kredit perbankan dan memperluas pembiayaan bagi perekonomian. Selain itu, kebijakan sistem pembayaran dan pendalaman pasar keuangan terus diperkuat guna mendukung pertumbuhan ekonomi.
"Eskalasi ketegangan hubungan dagang yang meningkat makin memengaruhi dinamika perekonomian global," katanya.
Ketegangan hubungan dagang makin nyata menurunkan volume perdagangan dunia dan memperlambat pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara. Perekonomian Amerika Serikat diprakirakan tumbuh lebih rendah akibat ekspor yang menurun, stimulus fiskal yang terbatas, serta keyakinan pelaku ekonomi yang belum kuat.
Ekonomi kawasan Eropa juga melambat dipengaruhi ekspor yang melemah, dan permasalahan struktural terkait aging population yang berlanjut. Pertumbuhan Tiongkok dan India juga melambat akibat penurunan kinerja sektor eksternal serta pelemahan konsumsi dan investasi.
Pertumbuhan ekonomi yang melambat kemudian mendorong sejumlah bank sentral menerapkan kebijakan moneter yang lebih longgar. Di samping dampaknya terhadap pertumbuhan, tensi ketegangan hubungan dagang yang makin tinggi memicu ketidakpastian di pasar keuangan global yang kemudian mendorong aliran modal keluar dari negara berkembang ke negara maju.
"Perkembangan ekonomi dunia ini memberikan tantangan dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjaga arus masuk modal asing," katanya.
Neraca Pembayaran Indonesia kuartal II 2019 diprakirakan tetap baik sehingga menopang ketahanan eksternal Indonesia. Surplus transaksi modal dan finansial berpotensi lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya, di tengah defisit transaksi berjalan yang diprakirakan meningkat sesuai pola musiman.
Berlanjutnya aliran modal asing dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) dan investasi portofolio mendukung surplus transaksi modal dan finansial. Sejalan dengan prospek perekonomian nasional yang baik dan daya tarik investasi aset keuangan domestik yang tinggi.
Sementara itu, defisit transaksi berjalan diperkirakan meningkat dipengaruhi kinerja ekspor barang dan jasa yang melambat, serta kebutuhan repatriasi deviden dan pembayaran bunga utang luar negeri yang meningkat sesuai pola musimannya. Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Mei 2019 tercatat sebesar 120,3 miliar dolar AS.
"Ke depan, defisit transaksi berjalan 2019 diprakirakan lebih rendah dari tahun 2018, yaitu dalam kisaran 2,5–3,0 persen Pendapatan Domestik Bruto (PDB)," katanya.