Jumat 21 Jun 2019 09:50 WIB

Insentif Pajak Tidak Nendang untuk Pertumbuhan Investasi

Ekonom berpendapat perbaikan birokrasi lebih penting untuk dorong investasi.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi Investasi
Foto: Mgrol101
Ilustrasi Investasi

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Ekonom Institute Development of Economic and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan menilai, rencana pemerintah melalui insentif pajak kurang cukup mendorong pertumbuhan investasi di Indonesia. Salah satunya disebabkan oleh iklim global yang masih kurang baik akibat perang dagang. Selain itu, negara lain, terutama Vietnam, jauh lebih menarik bagi investor.

Insentif pajak sendiri sebenarnya sudah lazim dilakukan di berbagai negara untuk mendorong investasi. Namun, Pulungan menjelaskan, yang terpenting saat ini adalah perbaikan birokrasi dalam pengurusan izin berusaha.

Baca Juga

"Dua hal inilah yang masih menjadi masalah utama di Indonesia," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (21/6).

Pulungan optimistis, insentif akan laku apabila perizinan di Indonesia dapat lebih luwes. Selain itu, perbaikan iklim berusaha harus semakin dipicu terutama pada komponen untuk memulai binsis. Misalnya, mengintegrasikan Online Single Submission (OSS) dengan kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di daerah.

Secara umum, Pulungan menilai, setidaknya ada tiga permasalahan utama terkait investasi di Indonesia. Pertama, iklim investasi yang belum membaik signifikan. Biaya sogok masih tinggi karena inefisiensi birokrasi pemerintah.

Kedua, permasalahan tenaga kerja. Di antaranya, minim tenaga kerja terdidik dan yang memiliki kemampuan, sedangkan biaya tenaga kerja terus naik setiap tahun. Kenaikan tersebut angkanya didasarkan pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi. 

"Akses keuangan juga semakin mahal karena tingginya suku bunga," kata Pulungan.

Terkait dengan pajak, Pulungan menjelaskan, dirinya menghargai upaya pemerintah, termasuk dengan rencana menurunkan Pajak Penghasilan (PPh) dari 25 persen menjadi 20 persen. Tapi, daya tarik bagi investor tidak cukup hanya pada penurunan PPh. Masalah kepastian usaha seperti perubahan kebijakan harus tetap menjadi prioritas untuk menarik investasi.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, pemerintah tengah mematangkan revisi Undang-Undang (UU) nomor 36 Tahun 2008 mengenai PPh. Dalam beleid tersebut, besaran tarif PPh badan akan diturunkan dari 25 persen menjadi 20 persen. Kebijakan tersebut mengakomodir keinginan para pengusaha agar iklim investasi Indonesia makin kompetitif dibanding negara lain di Asia Tenggara. 

Diketahui, tarif PPh badan di Indonesia saat ini masih lebih tinggi dibanding negara lain di Asia Tenggara. Misalnya, PPh Badan di Singapura sebesar 17 persen, Thailand sebesar 20 persen, Vietnam sebesar 22 persen, dan Malaysia sebesar 24 persen.

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement