Jumat 21 Jun 2019 18:49 WIB

Indonesia Kirim Balik Sampah Impor, Luhut: Kita Terlambat

Pemerintah akan lebih selektif atau bahkan menghentikan impor sampah

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Sampah plastik
Foto: republika
Sampah plastik

EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan mendukung langkah pengembalian impor sampah berbahaya ke negara asalnya. Luhut mengatakan, negara-negara lain di kawasan Asean juga telah melakukan langkah yang sama.

"Saya kira itu (mengirim kembali impor sampah) bagus. Filipina, Singapura, dan negara-negara lain juga melakukan. Justru kita lambat melakukan," kata Luhut di Kantor Kementerian Koordinator Kemaritiman, Jakarta, Jumat (21/6).

Baca Juga

Luhut mengatakan, pemerintah akan lebih selektif atau bahkan menghentikan impor sampah jika izin yang diberikan banyak disalahgunakan importir. Sebagai sanksi tambahan, importir yang mendatangkan impor sampah berbahaya wajib menanggung biaya pengiriman balik.

Kementerian Kehutanan dann Lingkungan Hidup (KLHK) pada awal pekan ini menyatakan telah mengirim kembali sampah sebanyak lima kontainer ke Pelabuhan Seattle, Amerika Serikat. Kontainer tersebut, berdasarkan dokumen kepabeanan semestinya berisikan skrap kertas. Namun, setelah tiba di Pelabuhan Surabaya, juga ditemukan sampah botol plastik hingga popok.

Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Nonbahan Berbahaya dan Beracun, impor sampah sebetulnya diizinkan dengan keperluan sebagai bahan baku industri. Namun, sampah yang diimpor bukan berupa limbah B3 dan tidak mengandung virus.

Melihat banyaknya penyalahgunaan izin impor sampah, KLHK telah mengusulkan revisi Permendag 31 Tahun 2016 agar pengawasan dapat diperbaiki. Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNAS), Bagong Suyoto menyarankan pemerintah menyetop sampah impor. Selain tidak efisien menghasilkan benefit bagi Indonesia, pengelolaan sampah domestik dinilai masih kompleks dan mencemari lingkungan.

Polusi pengolahan plastik dan pembuangan limbahnya berdampak buruk bagi lingkungan yang bersifat jangka panjang.  Sementara, biaya yang dikeluarkan untuk pemulihan lingkungan dan perlindungan kesehatan sangat besar. Hal itu tidak sebanding antara pendapatan dan pengeluaran.

“Seperti Cina, kita juga harus sudah berani katakan setop sampah impor,” katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement