EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan membebaskan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk maskapai yang menyewa jasa pesawat luar negeri. Kebijakan ini dilakukan melalui revisi atas Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2015 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkut Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkut Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara menjelaskan, kebijakan ini dilakukan agar maskapai penerbangan Indonesia dapat semakin kompetitif dengan maskapai penerbangan asing. Rencana pembebasan PPN sudah dibahas sejak beberapa waktu lalu.
"Tapi, kebetulan timing-nya pas dengan urusan harga tiket," ujarnya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (21/6).
Suahasil menjelaskan, saat ini revisi peraturan sudah memasuki masa akhir penetapan. Apabila sudah ditetapkan, diharapkan kebijakan mampu mengurangi struktur biaya dari maskapai.
Selama ini, Suahasil menjelaskan, sudah ada insentif pajak yang diberikan pemerintah untuk keperluan maskapai. Di antaranya pembebasan PPN atas pembelian pesawat, biaya masuk atas barang dan bahan guna perbaikan atau pemeliharaan pesawat terbang. Ketentuan ini sudah ada di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 35 Tahun 2016 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor.
Keberadaan revisi PP Nomor 69 Tahun 2015 akan mengacu pada praktik perpajakan internasional yang baik, yakni jasa pesawat dari luar negeri tidak dikenakan PPN. Beberapa negara sudah menerapkannya. "Apabila kita tetap kenakan (PPN), maka airlines kita jadi tidak kompetitif," ujar Suahasil.
Tapi, Suahasil menegaskan, patut diketahui bahwa struktur biaya maskapai bukan hanya PPN atau pajak, melainkan berbagai macam input. Meski pembebasan PPN atas jasa sewa pesawat impor ini membantu, dampaknya akan lebih signifikan apabila dilakukan efisiensi dari aspek lain.
Selain intervensi dalam bentuk insentif fiskal, pemerintah juga membuat meminta maskapai untuk menurunkan tarif tiket pesawat Low Cost Carrier (LCC) domestik dengan waktu tertentu. Kebijakan ini akan diserahkan murni ke maskapai dengan tetap melapor kepada pemerintah untuk dievaluasi.
Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengakui, maskapai yang termasuk dalam full service memang sulit untuk dilakukan intervensi terhadap tarif tiket pesawat. "Untuk bisnis, nggak kita atur," katanya.