EKBIS.CO, JAKARTA -- Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) meminta pemerintah mencabut kebijakan pungutan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) sebagai bentuk keberpihakan kepada petani kelapa sawit.
"Pungutan ekspor sebesar 50 dolar AS per ton CPO tersebut mengakibatkan harga tandan buah segar/ TBS merosot, sehingga menyengsarakan petani," Kata Ketua Umum APPKSI Andri Gunawan di Jakarta, Ahad (23/6).
Andri mengatakan, petani kelapa sawit telah menyampaikan aspirasi tersebut melalui aksi damai di depan kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (20/6). Penyampaian aspirasi itu dilakukan setelah tersiar kabar pemerintah akan kembali melakukan pungutan CPO.
Menurut Andri, pungutan ekspor CPO akan berdampak secara sistemik pada kehidupan keluarga ekonomi petani sawit yang jumlahnya hampir lima juta petani. Selain itu, selama tiga tahun, hasil pungutan ekspor CPO yang dihimpun hanya sedikit yang digunakan kembali untuk program penanaman kembali replanting.
"Hanya 0,1 persen saja dana pungutan ekspor CPO yang digunakan untuk replanting kebun petani. Itu pun petani dibebani dengan bunga pinjaman bank tinggi jika ikut program BPDKS," katanya.
Menurut Andri, dalam tiga bulan terakhir ini petani sawit baru saja menikmati peningkatan harga tandan buah segar (TBS). Setelah sejak Mei 2015 diadakan pungutan ekspor CPO, harganya anjlok hingga mencapai harga yang sangat merugikan.
Selain merugikan petani, kata dia, pungutan ekspor CPO menyebabkan jatuhnya harga CPO dari Indonesia dan akan sulit bersaing dengan produk ekspor CPO Malaysia yang tidak dibebani pungutan ekspor oleh pemerintah Malaysia.
"Karena itu kami meminta adanya kebijakan untuk tidak lagi menerapkan pungutan ekspor CPO," kata dia.