EKBIS.CO, JAKARTA -- Pada tahun 2020 mendatang, pemerintah memutuskan untuk kembali menerapkan defisit anggaran. Kebijakan itu dilakukan agar Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) tetap ekspansif namun tetap terukur dari segi pengeluaran.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara, mengatakan, pada tahun depan pemerintah menetapkan defisit anggaran antara pendapatan dan belanja negara berada pada rentang 1,52-1,75 persen dari total produk domestik bruto (PDB).
Target defisit tersebut, tercatat lebih rendah dari defisit anggaran yang ditetapkan pada APBN 2019 sebesar 1,84 persen. "Kami ingin sampaikan APBN tahun depat tetap sifatnya ekspansif dan terukur. Karena itu, kita melakukan anggaran defisit," kata Suahasil dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/6).
Menurut Suahasil, kebijakan untuk kembali melakukan defisit anggaran untuk mendukung belanja negara bersifat konsumtif dan produktif. Anggaran konsumtif salah satunya ditujukan untuk meningkatkan upaya perlindungan sosial bagi masyarakat. Sedangkan belanja produktif, secara khusus Suahasil menyebut demi mendorong peningkatan rasio elektrifikasi nasional.
Diputuskannya penerapan defisit anggaran, maka pada tahun depan pemerintah akan menutup kekurangan kebutuhan belanja negara lewat pembiayaan utang. Meski demikian, Suahasil menegaskan, pembiayaan utang negara harus lebih rendah dari tahun 2019.
"Pembiayaan utang kita terus menurun dari 2017 sampai dengan 2019. Kita harapkan tahun 2020 pembiayaan utang juga terus menurun," kata Suahasil.
Menurut dia, dengan tren pembiayaan utang yang ditargetkan kembali mengalami penurunan pada 2020, total utang pemerintah dipastikan masih berada di rentang 29-30 persen terhadap PDB. Level tersebut, masih jauh di bawah batas maksimal sesuai undang-undang sebesar 60 persen terhadap PDB.
Suahasil mengatakan, dengan laju defisit sekitar 1,52-1,75 persen dan pertumbuhan ekonomi 5,2-5,5 persen, diprediksi pendapatan negara akan berada pada rentang 12,6-13,7 persen dari PDB. Sementara belanja negara sebesar 14,3-15,2 persen dari PDB.
Menurut dia, jika dalam realisasinya nanti pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 5,2 persen maka keseimbangan primer APBN akan berada pada titik nol. Namun, jika pertumbuhan eknomi bisa lebih dari 5,2 persen dengan defisit anggaran yang terjaga, keseimbangan primer APBN bisa mencapai level positif.
Melihat keberjalanan dalam APBN 2019 ini, hingga 31 Mei 2019 Kementerian Keuangan mencatat defisit anggaran mencapai Rp 127,45 triliun atau 0,79 persen terhadap total PDB nasional saat ini. Realisasi defisit anggaran itu lebih tinggi dibanding periode sama tahun lalu sebesar Rp 93,52 triliun atau sekitar 0,63 persen terhadap PDB. Adapun nilai keseimbangan primer APBN hingga Mei lalu tercatat dalam kondisi negatif Rp 380 miliar.