EKBIS.CO, SEMARANG -- Kelebihan pasokan ayam di tingkat peternak menyebabkan harga ayam jatuh. Peternak yang tergabung dalam Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Indonesia meminta agar kementerian Pertanian (Kementan) ikut bertanggung jawab memperbaiki harga ayam di pasar.
Pinsar mengaku sebelumnya pernah mengingatkan perihal ancaman oversuplai ini. Namun, suara para peternak rakyat tidak pernah didengarkan, hingga persoalan yang sebelumnya dikhawatirkan pun terbukti.
Ketua Pinsar Indonesia Jawa Tengah, Parjuni, yang dikonfirmasi menggungkapkan, pemerintah berperan dalam polemik harga ayam di tingkat peternak ini. Kementerian Pertanian memiliki kewenangan untuk mengatur suplai produksi.
"Seperti jagung melimpah, misalnya, oke, tetapi jangan sampai harganya murah. Beras melimpah oke, tetapi jangan sampai petani jadi korban," katanya, Kamis (27/6).
Pinsar mengaku sudah berupaya mengingatkan Kementan terkait bahaya oversuplai ayam broiler di tengah masyarakat ini. Peternak sudah melihat ada potensi kelebihan pasokan ini jauh-jauh hari.
“Tahun 2018, dalam rapat, kami ditunjukkan data hasil analisis tim Kementan jumlah populasi ayam untuk memenuhi kebutuhan tahun 2019. Itu sudah bisa kami bayangkan bakal menjadi persoalan,” ujarnya.
Terkait hal ini, ia sudah melakukan komunikasi dengan Menteri Pertanian (Mentan). Sayangnya, hal ini tidak direspons sehingga peternak mengalami kerugian hingga melakukan protes dengan membagi-bagikan ayam hidup kepada warga.
Sebelumnya, Kementan mengatakan akan melakukan pemotongan terhadap ayam usia 68 pekan untuk memperbaiki harga ayam. Jika harga tak kunjung naik, ayam usia 60 pekan kembali disembelih.
"Evaluasi pelaksanaan kegiatan apkir akan dilaksanakan satu pekan setelah tenggat waktu, dan apabila harga LB masih belum sesuai dengan harga acuan yang ditetapkan dalam Permendag Nomor 96 Tahun 2018 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Penjualan di Konsumen, maka akan dilakukan apkir PS ayam ras broiler berumur 60 minggu disertai evaluasi berkala sampai harga LB stabil sesuai acuan," ujar Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan, I Ketut Diarmita.