Senin 08 Jul 2019 14:18 WIB

RI Didorong Daftarkan Produk Indikasi Geografis

Penting bagi lndonesia untuk melakukan registrasi lG ke Kemenkumham.

Red: EH Ismail
Petani memetik biji kopi Liberika di perkebunan Desa Parungmulya, Ciampel, Karawang, Jawa Barat, Selasa (2/7/2019).
Foto: Antara/M Ibnu Chazar
Petani memetik biji kopi Liberika di perkebunan Desa Parungmulya, Ciampel, Karawang, Jawa Barat, Selasa (2/7/2019).

EKBIS.CO,  JAKARTA — Indonesia perlu segera mendaftarkan komoditas pertanian baik berupa produk setengah jadi maupun pangan olahan yang merupakan produk Indikasi Geografis (IG). Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan citra produk khas Indonesia agar semakin diketahui dunia.

Demikian laporan Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan  Kementerian Pertanian (Kementan) RI, Antarjo Dikin, usai menghadiri simposium lnternational on Geographycal lndications pada 2-4 Juli yang lalu di Lisabon, Portugal. Simposium ini dihadiri 67 negara, 4 komunitas internasional pemerintah (ASEAN, EU, ARIPO, AU) dan Organisasi Non-Pemerintah sebanyak I NGO. 

Apabila negara anggota telah mendaftarkan produknya, kemudian memberikan perlindungan lG terhadap produk yang dihasilkan, berarti telah memberikan jaminan pasar internasional terhadap negara pembeli produk. Juga menjaga keberlangsungan keragaman hayati. Sebab produk spesifik yang dihasilkan berasal dari ekologi berbeda. 

“Tentunya dapat berkontribusi memberikan perlindungan petani kecil karena umumnya produk lG relatif sangat terbatas jumlahnya,” ujar Antarjo Dikin mengulang catatan penting yang disampaikan Direktur General (DG), World lntellectual Propefty Organization (WIPO) berkedudukan di Jenewa.  

photo
Menteri Pertanian Amran Sulaiman melakukan kunjungan ke sentra produksi jagung

lndikasi geografis merupakan registrasi pengakuan paten dan perlindungan paten secara spesifik, terhadap produk pertanian yang dihasikan dari suatu kawasan pertanian tertentu yang tidak dimiliki oleh kawasan lain. Dan teknik pengolahan produk yang tidak bisa dilakukan oleh kawasan lainnya.

Untuk itu, Antarjo melanjutkan, mempertahankan lahan-lahan produktif yang menghasilkan produk pertanian spesifik menjadi penting agar tidak terjadi alih fungsi lahan untuk kawasan perumahan dan industri. Selanjutnya memberikan dorongan petani kecil yang menghasilkan produk lG yang terbatas produktivitasnya namun memiliki daya jual yang sangat kompetitif. 

Lebih luas lagi, perlindungan produk IG juga agar menghindari dispute (perselisihan) seperti terjadi pada Kopi Gayo asal Aceh - dengan lG yang sudah didaftarkan oleh Belanda di Perjanjian Lisbon. Sedangkan lndonesia hanya terbatas diregistrasi oleh Kementerian Hukum dan HAM. 

Dalam transaksi dagang lnternasional kopi Asal Aceh bermerek lG Kopi Gayo tidak boleh diperdagangkan tanpa seizin pemerintah Belanda. “Berdasarkan hal ini maka registrasi perlindungan lG produk pertanian lndonesia harus segera diregistrasikan kepada Sekretariat Perjanjian Lisbon. Segera kita selesaikan agar Indonesia tidak merugi, mengingat sulit memasuki pasar ke Belanda,”lanjutnya. 

Perkembangan tentang lndikasi Geografi didasarkan oleh Perjanjian lnternasional yang disepakati pada tahun 1958 (The Lisbon Agreement for the Protection of Appelations of Origin and their lnternasional Registration). Perjanjian Lisbon tentang lG tahun 1958 akan ditingkatkan menjadi Geneva Act yang akan dibahas dalam sidang WIPO Assembly di Jenewa pada bulan Oktober 2019. 

Beberapa negara Uni Eropa belum semuanya setuju terhadap draft Geneva Act ini karena dianggap kurang memberikan perlindungan terhadap produk pertanian. 

“Pada salah satu Bab yang perlu menjadi perhatian lndonesia karena dapat memberatkan lndonesia, yaitu Pengajuan Permohonan; Registrasi lnternational; Pembayaran Rutin, Menjaga Perlindungan dan Masa Berlaku Perlindungan,”urai Antarjo. 

Cina terbanyak daftarkan produk IG

Cina adalah negara yang paling banyak melakukan registrasi di WIPO, sebanyak  8.507 jenis produk, Uni Eropa sebanyak 4.332 jenis, dan negara Rusia baru 165 jenis produk berdasarkan nama kedaerahan.

Sementara negara ASEAN baru sedikit mendaftarkan produk IG nya. Indonesia baru sejumlah 66 jenis produk berdasarkan nama kedaerahan (appellation of origin), dan Thailand sebanyak 99 jenis produk. 

“Di antara penyebab masih terbatas registrasi inilah masyarakat belum memahami akan manfaat lG, belum kuat regulasi memberikan perlindungan, dan adanya keinginan monopoli dalam produk perdagangan,” jelas Antarjo.

Penting bagi lndonesia untuk melakukan registrasi lG ke Kemenkumham secara internasional. Hal ini dapat dilakukan melalui perlindungan Perjanjian Lisbon atau Madrid Sysfem (Certificate of Mark). Tujuannya agar tidak dimanfaatkan oleh negara lainnya. Juga memberikan manfaat besar bagi petani sebagai produsen pada kawasan terbatas. 

“lndonesia perlu aktif hadir dalam sidang Assembly WIPO di Jenewa bulan Oktober 2019 mendatang untuk memberikan kontribusi dan intervensi terhadap perlindungan produk pertanian atau produk non-pertanian termasuk jasa dalam aturan tersebut (Geneva Act),” pungkasnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement