Selasa 16 Jul 2019 00:20 WIB

Indomie Rebut Pasar Turki di 81 Provinsi

Penjualan Indomie di Turki meningkat 10 kali lipat dalam kurun waktu lima tahun.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Indomie di Turki (ilustrasi)
Foto: The Straits Times
Indomie di Turki (ilustrasi)

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Mengakhiri lawatannya ke Turki, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengunjungi pabrik mi instan Indomie di zona industri Tekirdag, Turki, akhir pekan lalu. Setelah sembilan tahun beroperasi, produk mi instan Indomie saat ini telah tersebar di 81 provinsi di Turki. 

Enggar mengatakan, kunjungan dilakukan untuk meninjau kiprah Indomie yang menguasai pasar mi instan di Turki dengan pangsa pasar 90 persen. Kedatangan Enggar disambut Chief Financial Officer (CFO) Adkoturk Yusuf Hermawan Achmad dan General Manager (GM) Indofood Turki Adkoturk Wassim Brinjiki.

Baca Juga

"Kalau kita sudah tahu besarnya pasar di Turki, maka Pemerintah akan mengajak pelaku usaha Indonesia untuk berinvestasi menanamkan modal dan mendirikan pabrik di Turki, seperti Indofood," kata Enggar dalam keterangan pers, Ahad (14/7). 

Keuntungan ekspansinya Indomie di Turki, kata Enggar, bahan baku tetap diekspor dari Indonesia. Adapun bahan baku Indomie terdapat sekitar 45 persen yant disuplai dari Indonesia dengan nilai 20 juta dolar AS per tahun. Angka itu diharapkan Enggar dapat meningkat menjadi dua kali lipat jika kerja sama komprehensif atau Indonesia-Turkey Comprehensive Economic Partnership Agreement  (IT-CEPA) dirampungkan. 

Dia melanjutkan, produk mi instan Indomie dapat diperoleh di semua pasar ritel besar dan kecil di seluruh Turki, serta ada juga yang dijual secara daring. Saat ini, konsumen di Turki dapat membeli Indomie satu sardus atau bahkan satu truk secara daring. Keberadaan produk mi instan Indomie di Turki merupakan cerita keberhasilan yang patut diapresiasi dan ditiru oleh industri lainnya di Indonesia. Banyak tantangan yang dihadapi saat pertama kali memasuki pasar Turki. Perbedaan budaya menjadi tantangan tersendiri karena masyarakat Turki saat itu tidak mengenal dan tidak pernah memakan mi instan.

"Tantangan terberat yang kami hadapi adalah memperkenalkan mi instan yang belum pernah dikenal sebelumnya oleh masyarakat Turki. Sangat sulit meyakinkan konsumen Turki untuk mencoba menu baru yang berbeda dari budaya mereka. Memerlukan upaya cukup keras untuk memasukkan Indomie menjadi menu konsumsi mereka," kata Chief Financial Officer (CFO) Adkoturk Yusuf. 

Menurut Yusuf, hambatan lainnya yang dihadapi Indomie dan produk makanan asing di Turki adalah kuatnya rasa nasionalis penduduk Turki, yang lebih cinta dengan produk dalam negerinya dibandingkan dengan produk impor. Sekitar 80 persen restoran di Turki adalah restoran lokal yang menjual makanan asli Turki. Alasan inilah yang kemudian memutuskan Indomie untuk berinvestasi dan mendirikan pabriknya di Turki.

Sebagai catatan, Indomie mengawali perjalanannya di Turki sejak awal 2010 dengan mendirikan perusahaan Adkoturk Gida Sanayi yang merupakan kerja sama antara Indonesia dan Turki. Awalnya, Adkoturk menjadi distributor produk Indofood di kota kecil Adana yang mengimpor dan menjual produk Indomie. Tidak hanya sebagai distributor, Adkoturk aktif melakukan riset pasar dengan mencari tahu selera yang digemari konsumen dan bagaimana pemasarannya. 

Dari hasil riset, diketahui bahwa penjualan melalui jaringan ritel lebih dominan dari pada melalui pasar tradisional. Sehingga pada pertengahan tahun 2011, Adkoturk membuka kantor cabang di Istanbul agar lebih dekat dengan kantor pusat jaringan ritel di Turki.

GM Indofood Turki Adkoturk Wassim Brinjiki menambahkan, promosi dan pemasaran kemudian gencar dilakukan untuk membangun kesadaran konsumen, hingga akhirnya kantor pusat dipindahkan ke Istanbul. Adapun strategi pemasaran yang dilakukan Indomie di Turki yaitu dengan langsung fokus kepada konsumen. 

Promosi dilakukan dengan berbagai cara, baik melalui iklan, pembelajaran, kerja sama dengan para koki selebritas, penerbangan internasional, melibatkan para milenial, dan mengundang murid-murid sekolah mengunjungi pabrik Indomie. Selain itu, kata Wassim, dilakukan juga promosi melalui media sosial yang dinilai paling efektif saat ini untuk menarik minat konsumen, khususnya kalangan milenial.

"Kerja keras dan strategi pemasaran yang tepat telah meningkatkan omzet penjualan Indomie di Turki," kata dia. 

Berdasarkan catatannya, penjualan Indomie tahun 2019 naik 10 kali lipat jika dibandingkan 5 tahun sebelumnya. Saat ini Indomie dapat ditemukan di 340 jejaring toko ritel yang ada di seluruh Turki. Sementara kapasitas produksi Indomie saat ini sebanyak 550 ribu karton per bulan dengan penjualan 

mencapai 450 ribu karton Indomie bungkus dan 50 ribu karton Indomie kemasan cup per bulan. 

Dengan penambahan mesin baru, menurut dia, kapasitas Produksi diproyeksi akan meningkat menjadi 1 juta karton per bulan. Sedangkan bahan baku yang berasal dari Indonesia adalah bumbu, pembungkus, dan minyak kelapa sawit. Untuk kebutuhan minyak kelapa sawit misalnya, Indomie Turki membutuhkan sebanyak 250-500 ton per bulan. Dengan rencana penambahan mesin, kebutuhan minyak kelapa sawit dia proyeksi akan mencapai 1.000 ton per bulan. 

Hal tersebut secara otomatis akan membuat permintaan minyak kelapa sawit ke Turki meningkat. Namun dia menyayangkan, tarif minyak kelapa sawit dari donesia lebih tinggi dari Malaysia yang telah memiliki perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan Turki, sehingga minyak kelapa sawit Indonesia tidak dapat bersaing di Turki.

Sebagai upaya meningkatkan perdagangan dan daya saing produk Indonesia, sehari sebelumnya pemerintah telah bertemu dengan Menteri Perdagangan Turki Ruhsan Pekca. Keduanya sepakat akan menyelesaikan perundingan IT-Cepa. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement