EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menghitung instansinya mengalami defisit sekitar Rp 28 triliun hingga akhir 2019. Hitungan ini berdasarkan iuran yang diterima BPJS Kesehatan dikurangi dengan biaya pelayanan kesehatan.
"Di akhir 2019 kami memprediksi mengalami kerugian Rp 28 triliun," ujar Asisten deputi direksi Bidang Pengelolaan faskes Rujukan BPJS Kesehatan Beno Herman saat ditemui di diskusi Persi bertema "Defisit BPJS Kesehatan dan dampaknya pada keberlangsungan pelayanan Rumah Sakit”,di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Selasa (16/7).
Ia menyebut BPJS Kesehatan belum membayar Rp 9,1 triliun selama 2018 dan terbawa di laporan keuangan 2019. "Jadi kalau kita hitung lagi defisit BPJS Kesehatan yang real 2019 itu Rp 19 triliun. Tetapi kumulatifnya (utang 2018 dan 2019) sekitar Rp 28 triliun," ujarnya.
Tak hanya itu, Beno menambahkan klaim rumah sakit yang telah jatuh tempo per tanggal 8 Juli 2019 sebesar Rp 7,1 triliun juga harus dibayar BPJS Kesehatan. Beruntungnya, utang itu menurun menjadi 6,5 triliun per tanggal 14 Juli 2019.
Menurut Beno, jalan mengatasi defisit Rp 28 triliun dengan kebijakan proses bauran hingga akhir tahun. Ia menyebut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersedia memberikan sekitar Rp 6 triliun untuk mengatasi defisit.
Kendati demikian, ia menyebut Kemenkes menetapkan syarat-syarat diantaranya review kelas rumah sakit. Sehingga ia mengakui tidak semua angka defisit akan dibayar pemerintah. Pihaknya ingin persoalan defisit Rp 28 triliun itu tuntas bisa selesai di akhir tahun nanti sehingga 2020 persoalan bukan lagi tentang defisit 2019. Karena itu pihaknya berharap upaya-upaya untuk mengatasi defisit segera dilaksanakan.
"Termasuk berharap masalah regulasi urun biaya segera dikeluarkan Kemenkes dalam waktu dekat," ujarnya.
Selain itu pihaknya ingin fraud sesuai temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bisa diatasi.