EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,75 persen. Selanjutnya Bank Indonesia juga menurunkan suku bunga Deposit Facility sebesar 25 basis poin menjadi 5 persen dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 persen menjadi 6,5 persen.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan penurunan suku bunga acuan akan diikuti oleh menurunnya suku bunga kredit perbankan nasional. “Sejak Mei tahun lalu hingga Juni 2019, suku kredit perbankan sudah turun 23 basis poin. Kemudian suku bunga deposito atau Dana Pihak Ketiga (DPK) turun meski tidak terlalu besar, sejak tahun lalu sudah 15 basis poin,” ujarnya saat konferensi pers ‘RDG Juli 2019’ di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (18/7).
Menurutnya penyaluran kredit hingga pertengahan tahun tumbuh 11,1 persen. Hal tersebut mencerminkan membaiknya likuiditas perbankan nasional.
Langkah tersebut, tak luput dari kerja sama koordinnasi antara Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bekerja sama untuk meningkatkan efisiensi pada perbankan.
“Kenapa suku bunga kredit turun, ke depan apakah akan turun? Iya jelaslah, kan suku bunga acuan kita turun, likuiditas terus kami tambah dan kami yakin suku bunga kredit akan turun,” ucapnya.
Perry menambahkan penurunan suku bunga acuan ini juga akan diikuti suku bunga deposito. Apalagi, Bank Indonesia telah menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 0,5 persen untuk bank umum konvesional dan bank syariah.
“Harusnya bisa lebih cepat penurunan bunga deposito maupun bunga kredit,” jelasnya.
Ke depan, pihaknya terus menjaga stabilitas sistem keuangan disertai dengan cukupnya ketersediaan likuiditas dan membaiknya risiko kredit. Ketahanan perbankan yang baik ditandai rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan Mei 2019 yang tetap tinggi yakni 22,3 persen, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) yang tetap rendah yakni 2,6 persen (gross) atau 1,2 persen (net).
Likuiditas perbankan juga terjaga antara lain tercermin pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 18,5 persen pada Mei 2019, meskipun menurun dari 20,2 persen pada April 2019. Adapun fungsi intermediasi pertumbuhan kredit pada Mei 2019 tercatat 11,1 persen (yoy), stabil dibandingkan dengan pertumbuhan kredit April 2019.
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Mei 2019 sebesar 6,7 persen, sedikit meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan April 2019 sebesar 6,6 persen. Efisiensi perbankan juga baik tercermin pada rasio biaya operasional dan pendapatan operasional Mei 2019 yang tetap rendah pada level 81,71 persen.
“Bank Indonesia akan terus melakukan kebijakan makroprudensial akomodatif untuk mendorong peningkatan kredit sejalan dengan siklus kredit yang berada di bawah level optimum. Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan kredit perbankan 2019 berada pada kisaran 10-12 persen (yoy) dan DPK dalam kisaran 8-10 persen (yoy),” ungkapnya.
Di sisi lain, Bank Indonesia menjamin kelancarann sistem pembayaran tetap terpelihara, baik dari sisi tunai maupun nontunai. Dari sisi pembayaran tunai, posisi Uang Yang Diedarkan (UYD) tumbuh 1,4 persen (yoy) pada Juni 2019, tumbuh lebih rendah dari periode sebelumnya. Sistem pembayaran nontunai baik nilai besar (RTGS) maupun nilai kecil (SKNBI) berjalan lancar.
Sementara itu, transaksi masyarakat menggunakan ATM-Debit, Kartu Kredit dan Uang Elektronik (UE) pada Mei 2019 tumbuh sebesar 22,6 persen (yoy), didominasi oleh instrumen ATM-Debit dengan pangsa 94,4 persen yang tumbuh 21,6 persen (yoy). Transaksi UE terus tumbuh secara signifikan mencapai 262,6 persen (yoy).
Transaksi daring (online) via digital banking membukukan pertumbuhan yang sedikit meningkat dibandingkan bulan lalu, mencapai 34,5 persen (yoy). Kinerja positif uang elektronik dan digital banking sejalan dengan menguatnya preferensi masyarakat dalam bertransaksi menggunakan platform teknologi finansial (tekfin), e-commerce, dan uang elektronik pada sektor transportasi.