EKBIS.CO, JAKARTA -- Keputusan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin dari 6 persen menjadi 5,75 persen dinilai sudah rasional dengan melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Ryan Kiryanto mengatakan keputusan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan, suku deposit facility dan lending facility masing-masing sebesar 25 basis poin (bps) mampu menunjukkan indepensi moneter Indonesia.
“Dasar pertimbangan penurunan suku bunga masing-masing sebesar 25 bps sangat rasional dan timing-nya sungguh tepat, yaitu perkiraan rendahnya inflasi, tensi ketidakpastian global yang menurun serta stabilitas eksternal yang terkendali,” ujarnya kepada Republika.co.id di Jakarta, Jumat (19/7).
Adapun dari aspek maksud dan tujuan penurunan suku bunga, menurut Ryan, sudah tepat dan jitu. Apalagi, kata Ryan, penurunan suku bunga acuan untuk mendorong momentum pertumbuhan, memastikan ketersediaan likuiditas di pasar uang serta memperkuat transmisi kebijakan moneter yang akomodatif.
“Di atas semuanya itu, tujuan akhirnya adalah untuk menciptakan kebijakan makroprudensial yang tetap akomodatif guna mendorong penyaluran kredit perbankan dan memperluas pembiayaan bagi perekonomian,” jelasnya.
Dengan kata lain, menurut Ryan, keputusan Bank Indonesia menegaskan stance kebijakan Bank Indonesia adalah dovish atau kebijakan moneter longgar. Ryan menjelaskan Bank Indonesia telah melihat dari sisi eksternal (global) dan internal (domestik), tekanannya cukup terkendali dan risikonya dapat dimitigasikan, sehingga tidak ada keraguan bagi BI untuk menurunkan BI Rate.
“Ini terlepas dari The Fed akan menurunkan FFR atau tidak dalam jangka pendek ke depan. Ini juga menunjukkan keindependensian BI dalam memutuskan kebijakan moneternya,” ucapnya.
Dengan keputusan ini, Ryan berharap, dapat mendorong permintaan kredit selaras dengan melonggarnya likuiditas, potensi turunnya suku bunga bank atau cost of fund, potensi melandainya suku bunga kredit, di tengah gairah aktivitas ekonomi dan investasi pasca pemilu.
Ke depan, Ryan menyakini sektor keuangan di dalam negeri akan bergairah untuk menopang kegiatan sektor riil yang membutuhkan insentif penurunan suku bunga dan kelonggaran likuiditas. “Pada akhirnya, sense of growth dari keputusan Bank Indonesia tampak menguat menyusul pelonggaran rasio Giro Wajib Minimum (GWM), sehingga sungguh-sungguh dovish dan menyejukkan,” ungkapnya.