FaceApp menjadi aplikasi populer yang memungkinkan seseorang mengubah wajah menjadi lebih tua. Aplikasi ini cukup mendapatkan sorotan terkait kekhawatiran tentang privasi pengguna.
Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persadha, mengatakan ada beberapa klausul tentang kepemilikan foto yang kemudian dikaitkan dengan keamanan privasi penggunanya.
"Secara umum sebenarnya apa yang dituangkan di ketentuan FaceApp adalah hal yang biasa dan banyak dilakukan aplikasi lainnya. Seperti permintaan untuk mengakses kamera ataupun kontak penggunanya," kata Pratama melalui keterangan resminya.
Baca Juga: Khawatir Bahaya FaceApp? Kapersky Kasih Tips Ini
Untuk itu, lanjut Pratama, pengguna harus berhati-hati dan membaca ketentuan-ketentuan yang ada secara menyeluruh sebelum menggunakan aplikasi. Tidak hanya FaceApp, juga termasuk layanan aplikasi lainnya yang akan digunakan. Namun, bagian ketentuan tersebut biasanya diabaikan pengguna dan cenderung buru-buru untuk menyetujuinya.
"Dalam konteks ini, FaceApp adalah aplikasi gratis yang tentunya membutuhkan pemasukan. Salah satunya dengan mungkin menjual foto pengguna untuk tujuan komersial. FaceApp juga sudah memberikan klarifikasi foto yang di-upload ke server mereka berguna untuk proses editing. Jadi memang editingnya berada di cloud bukan di smartphone. Itu sebabnya FaceApp harus digunakan dengan koneksi internet," terangnya.
FaceApp menjadi aplikasi populer yang memungkinkan seseorang mengubah wajah menjadi lebih tua. FaceApp hanya mengirimkan foto yang akan diedit ke server mereka. Seorang peneliti siber asal Prancis, Baptiste Robert telah mengecek kemanan "larinya" foto-foto yang di-upload ke FaceApp. Semua foto dikirim ke server FaceApp. Server tersebut bukan di Rusia, melainkan di data center milik Amazon. Hal ini sekaligus menjawab kekhawatiran terhadap penggunaan FaceApp.
Bahkan FaceApp memberikan fitur khusus bila penggunanya ingin fotonya dihapus permanen dari servernya. FaceApp sendiri selalu menghapus foto setelah 48 jam. Tentunya untuk mengurangi beban data center-nya.
Menurutnya, FaceApp juga tidak mengambil foto yang ada di smartphone pengguna, seperti isu yang santer diberitakan.
"Secara sekilas sebenarnya FB, IG, Google jauh lebih berbahaya bagi privasi kita dibandingkan FaceApp, paling ramai kasus Cambridge Analytica. Namun untuk meminimalisir potensi bahanya, sebaiknya orang-orang penting tidak menggunakan aplikasi ini," jelas Pratama.