Surplus konsumen diketahui merupakan manfaat yang diperoleh konsumen dari membeli barang atau jasa pada harga yang lebih rendah dari jumlah harga maksimal yang sebenarnya rela mereka bayar. Harga tertinggi yang bersedia dibayar konsumen dikurangi harga pembelian dari suatu transaksi tersebut disebut surplus konsumen.
Sebagai contoh, jika seseorang bersedia membayar Rp 200.000 untuk sebuah perjalanan dari rumahnya ke Bandara Soekarno-Hatta sementara harga yang diberikan Grab untuk perjalanan tersebut adalah Rp150.000, maka orang tersebut memperoleh surplus konsumen sebesar Rp50.000.
CSIS dan Tenggara riset mencoba meng-capture fenomena surplus konsumen di Jabodetabek. Tantangannya, sementara harga pembelian dapat dilihat secara langsung dari transaksi, harga tertinggi yang bersedia dibayar konsumen tidak terlihat secara langsung. Peneliti harus menyingkap kesediaan konsumen dalam membayar (willingness to pay) agar dapat mengetahui harga tertinggi yang sebenarnya rela konsumen bayarkan.
Baca Juga: Cerita Petinju Veteran yang Dapat Penghargaan dari ACT, Grab, dan Kitabisa.com
Kepala Departemen Ekonomi CSIS, Yose Rizal mengatakan studi surplus konsumen Grab merupakan penelitian ekonomi digital pertama di Asia Tenggara yang menggunakan mahadata untuk menghitung surplus konsumen.
Penelitian ini memberikan nuansa baru pada studi yang telah ada dengan mencangkup implementasi dari strategi hyperlocal yaitu GrabBike; perbedaan yang signifikan dari segi harga transaksi, volume, dan metode pembayaran; serta perbedaan dari perilaku dan pilihan-pilihan moda transportasi bagi konsumen.
"Riset menemukan bahwa teknologi Grab berkontribusi sekitar Rp 46,14 triliun dalam surplus konsumen untuk wilayah Jabodetabek pada 2018. Surplus konsumen yang diperoleh konsumen GrabBike adalah Rp5,73 triliun, sementara GrabCar berkontribusi sebesar Rp40,41 triliun," kata dia belum lama ini.
Baca Juga: Dianggap Lakukan Diskriminasi Driver, Manajemen Grab Buka Suara
Bagaimana ini mempengaruhi konsumen? Layanan Grab memungkinkan pelanggan menghemat uang yang awalnya telah mereka persiapkan untuk melakukan perjalanan dari titik A ke titik B.
Uang yang dapat disimpan dari sebelumnya dialokasikan untuk melakukan perjalanan, sekarang dapat digunakan untuk membeli barang-barang lainnya. Artinya pelanggan dapat menikmati surplus tersebut untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Ditambahkan Yose, teknologi digital Indonesia mempunyai potensi besar untuk menjadi landasan pembangunan ekonomi inklusif di Indonesia. Penerima manfaat terbesar dari perkembangan ekonomi digital adalah dunia usaha, terutama UKM, dan konsumen.
"Formulasi kebijakan terkait ekonomi digital seharusnya mempertimbangkan kesejahteraan seluruh pihak terkait agar manfaatnya bisa dirasakan secara optimal," tambah dia.
Menurut Yose, studi ini mencoba menghitung kontribusi teknologi Grab, sebagai salah satu pelaku paling inovatif teknologi digital, terhadap perekonomian Indonesia. Studi ini tidak hanya mengungkapkan berbagai manfaat yang didapatkan oleh mitra Grab, seperti mitra pengemudi maupun mitra usaha, tetapi juga manfaat bagi pelanggan pengguna jasa.
"Penghitungan surplus konsumen dengan menggunakan analisis big data ini pertama kali dilakukan di Asia Tenggara," kata Yose.