Senin 29 Jul 2019 11:05 WIB

Rupiah Melemah Dipengaruhi Kondisi Ekonomi AS

The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunga pada pekan ini.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolanda
Seorang pembeli menghitung uang Dolar Amerika Serikat yang ditukarnya di gerai penukaran valuta asing, Jakarta, Senin.
Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Seorang pembeli menghitung uang Dolar Amerika Serikat yang ditukarnya di gerai penukaran valuta asing, Jakarta, Senin.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Kurs mata uang rupiah diproyeksi melemah dalam perdagangan awal pekan ini. Direktur Utama Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan rupiah akan di transaksikan di level 13.990-14.020 dalam sesi pagi ini. 

Menurut Ibrahim, pelemahan terutama disebabkan kondisi perekonomian Amerika Serikat. Federal Reserve AS diperkirakan akan memangkas suku bunga untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade pada pekan ini. Langkah tersebut dinilai dapat melindungi ekonomi dari ketidakpastian global dan tekanan perdagangan.

Baca Juga

"Produk domestik bruto AS meningkat pada tingkat tahunan 2,1 persen pada kuartal kedua, di atas perkiraan 1,8 persen, karena lonjakan belanja konsumen menumpulkan sebagian hambatan dari penurunan ekspor dan persediaan yang lebih kecil," ujar Ibrahim, Senin (29/7).

Sementara itu, Bank of Japan memulai pertemuan kebijakan dua hari pada Senin. Pelaku pasar mengharapkan BOJ untuk mengirim pesan dovish dan dapat mencoba untuk menggunakan pelonggaran dengan mengubah pedoman ke depan tetapi menahan diri dari penurunan suku bunga dan langkah kebijakan utama lainnya karena kurangnya amunisi kebijakan.

Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dan Perwakilan Dagang Robert Lighthizer akan bertemu dengan Wakil Perdana Menteri Cina Liu He untuk pembicaraan di Shanghai mulai Selasa. Pertemuan tatap muka itu pertama kali sejak Presiden AS Donald Trump dan Presiden Cina Xi Jinping sepakat untuk menghidupkan kembali pembicaraan akhir lalu bulan.

Namun, Trump pada Jumat menyebut pesimis bisa mencapai kesepakatan perdagangan dengan Cina. Trump mengatakan Beijing mungkin tidak akan menandatangani sebelum pemilihan November 2020. 

Brexit tanpa kesepakatan tampaknya semakin mungkin di bawah Perdana Menteri Inggris baru Boris Johnson.

Menteri senior mengatakan, Ahad, Pemerintah Inggris berasumsi Uni Eropa tidak akan menegosiasikan kembali kesepakatan Brexit dan sedang meningkatkan persiapan untuk meninggalkan blok pada 31 Oktober tanpa kesepakatan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement