Ahad 04 Aug 2019 21:29 WIB

Benih Bermutu Tonggak Penentu Hasil Produksi Cabai

Peta produksi berbasis kebutuhan riil digunakan sebagai bahan sosialisasi ke daerah

Red: EH Ismail
Dirjen Hortikultura Prihasto Setyanto sedang berbicara dengan para petani di Blitar
Foto: Humas Kementan
Dirjen Hortikultura Prihasto Setyanto sedang berbicara dengan para petani di Blitar

EKBIS.CO,  BLITAR - Fokus pemerintah untuk menjaga stabilitas pangan terutama cabai tidak henti-hentinya. Program Kementerian Pertanian 2019 untuk cabai diberikan dalam komponen pilihan benih bersertifikat, pupuk organik terdaftar, dolomit, mulsa, bahan pengendali OPT (feromon/antraktan, perangkat likat berwarna, agens hayati berstandar mutu).

"Pak Mentan meminta turun ke lapangan karena inflasi 0,1 persen dinilai tinggi. Jatim perlu ditengok karena wilayah ini penyangga nasional. Jakarta menjadi indikator akibat imbas harga. Di sini saya ingin mendorong pola tanam," ujar Dirjen Hortikultura Prihasto Setyanto di Desa Slemanan, Kecamatan Udanawu, Sabtu (3/8). 

Ke depan, imbuh Anton, akan dipantau pola tanam berbasis kebutuhan. Tiap daerah dipetakan berapa jumlah konsumsi yang diperlukan melalui aplikasi online. Pola ini diyakini mampu menjaga kuantitas produksi sesuai dengan besaran kebutuhan.

Peta produksi berbasis kebutuhan riil digunakan sebagai bahan sosialisasi ke daerah untuk memberitahukan berapa besaran pertanaman yang dibutuhkan. Dengan pemetaan tersebut, gejolak harga akibat minimnya produksi akan bisa dihindari.

“Peta produksi cabai ini bisa juga bisa digunakan untuk mengenal kondisi. Misalnya, kabupaten A kekurangan hasil produksi, sedangkan kabupaten B kelebihan produksi, maka kedua kabupaten dapat saling mengisi. Dengan adanya peta ini, diharapkan cabai jadi selalu tersedia di pasar," terang Anton.

Hal penting yang menjadi perhatian dirinya adalah pemilihan benih bermutu. Kendatipun mempergunakan benih lokal, poin pentingnya adalah cermat memilih asal benih.

Komoditas cabai rentan serangan virus gemini. Apabila tanaman asal sudah terkena, apabila benihnya sudah mengandung virus tersebut, maka secara otomatis penyakit tersebut sudah ada di dalamnya

"Perhatikan kedua jenis cabai ini. Secara fisik tidak bisa dibedakan mana yang terkena virusnya, meski kita tahu asal tanamannya sudah terserang. Ini jangan ditanam," perintah pria akrab dipanggil Anton ini. 

Dirinya menerangkan, hasil penelitian mengungkapkan jika memakai benih cabai yang terserang virus ini nantinya produksi tanaman akan menurun drastis. Penurunan bisa mencapai 50 persen dan lama masa panen juga ikut berkurang.

Blitar Mandiri Benih

Kontradiksi dengan konsumen, petani cabai khususnya Blitar tengah menikmati harga bagus. Kendati demikian, efek kenaikan harga akibat menunggu panen raya tidak serta merta membuat petani di atas angin

"Harga bagus yakni Rp 68 -  70 ribu per kg artinya ini menggembirakan petani. Meski demikian kami juga menghendaki harga kembali ke kisaran normal Rp 25 ribu per kg. Lagi pula kami tidak terpengaruh harga, harga naik atau jatuh kami tidak terpengaruh. Kami menanam cabai turun - temurun dan mengembangkan benih sendiri," ujar Ketua Gapoktan Mangun Karso, Purnomo.

Petani di sini, kata Purnomo, juga berprofesi sebagai penangkar cabai. Lahan di pekarangan rumah dimanfaatkan sebagai areal pengembangan benih. Benihnya pun dijual hingga ke Malang dan Jawa Barat. Harga mulai Rp 120 per polybag.

"Jadi petani di sini tidak pernah menemui kendala dalam hal pemenuhan benih. Kami memproduksi sendiri dan hasilnya bisa dilihat seperti sekarang ini," imbuh Purnomo bangga.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement