EKBIS.CO, JAKARTA – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) masih menggodok uji kelaikan kendaraan listrik sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres), beberapa waktu lalu. Meski begitu, hingga saat ini pemerintah mengaku belum memiliki alat penguji baterai kendaraan listrik.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiadi mengatakan, pemerintah akan meminta negara asal atau produsen kendaraan listrik untuk melakukan pengujian. Sebab sejauh ini pihaknya mengaku pemerintah belum memiliki alat penguji kendaraan listrik.
“Jadi nanti saya tinggal terima sertifikatnya bahwa ini nanti sudah lulus, tinggal uji di negara mereka,” kata Budi akhir pekan kemarin.
Kendati demikian dia menegaskan, apabila pemerintah telah memiliki alat pengukurnya sendiri, maka uji kelaikan kendaraan listrik dapat dilakukan di dalam negeri. Untuk itu pemerintah berencana menganggarkan pengadaan alat penguji kinerja baterai dan baterai turunannya pada 2020 mendatang.
Alokasi anggaran yang bakal diajukan berkisar Rp 100 juta-Rp 200 juta per unit. “(Biaya alatnya) enggak besar, kecil. Kinerja akumulator listriknya paling (hanya) Rp 100 juta-Rp 200 juta,” kata Budi.
Seperti diketahui, Perpres mobil listrik yang disahkan baru-baru ini membagi tugas masing-masing kementerian dan mengatur fasilitas untuk kendaraan berbasis baterai. Melalui Perpres itu pemerintah juga bakal menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) yang akan merevisi PP Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Dalam revisi nanti, besaran PPnBM akan ditentukan berdasarkan emisi yang dikeluarkan kendaraan. Rencananya, mobil yang digerakkan dengan listrik dan mobil fuel cell beremisi nol akan dikenai PPnBM sebesar nol persen. Hanya saja bagi mobil yang tergolong luxury di atas 4.000 cc tetap akan dikenai tarif tinggi.
Terkait dengan insentif yang bakal diberikan, dia mengklasifikan skema pemberian insentif baik fiskal maupun nonfiskal yang diberikan kepada produsen dan konsumen kendaraan listrik. Industri juga bakal mendapat keringanan berupa biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk uji kelaian hingga Rp 75 juta per satu tipe kendaraan.
“Satu tipe kendaraan Rp 75 juta, kalau dia (industri) bikin 5.000 unit dari satu tipe saja sudah berapa,” ujarnya.
Dia melanjutkan, Kemenhub saat ini masih terus menggodok uji tipe kendaraan listrik tersebut dan akan diharmonisasi dengan sejumlah kementerian terkait. Rencananya, proses harmonisasi itu bakal rampung September 2019 ini.
Sedangkan salah satu yang menjadi pembahasan krusial uji kelaikan adalah mengenai suara kendaraan listrik. Berdasarkan prinsip keselamatan, kendaraan listrik harus memiliki suara hidup layaknya kendaraan nonlistrik.
“Kenapa mesti ada suara? Karena kalau kita jalan lalu tiba-tiba ada mobil di belakang, kita bisa tahunya dari suara,” kata dia.
Untuk itu dia mengaku pemerintah masih terus membahas kemungkinan aturan lalu lintas kendaraan listrik. Dia juga menyebut sesuai dengan amanat Perpres kendaraan listrik, konsumen juga bakal mendapat insentif.
Bentuk insentif tersebut, kata dia, masih dikaji dan akan dikoordinasikan hingga ke level daerah. “(Insentif) misalnya (tarif) parkir diturunkan, ada lajur khusus untuk kendaraan listrik, atau lainnya. Ini juga nanti tergantung bagaimana kebijakan pemerintah daerah, disesuaikan,” paparnya.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, uji kelaikan kendaraan listrik bukan perkara yang sulit. Dia juga menargetkan dalam waktu yang tidak terlalu lama pemerintah akan menyingkronkan kebijakan dengan hal-hal teknis yang berkaitan dengan kondisi lapangan.
“Uji kelaikan bukan persoalan sulit, karena mobil listrik sudah ada suatu kualifikasi,” kata Budi.