EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah menilai, target swasembada bawang putih yang dicanangkan pemerintah sulit tercapai. Yang paling realistis, kata dia, swasembada bawang putih bisa dimungkinkan tercapai dalam lima tahun lagi.
Seperti diketahui, Kementerian Pertanian (Kementan) mencanangkan swasembada bawang putih di 2021. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggandeng sejumlah importir bawang putih yang dikenakan kewajiban tanam seluas 5 persen dari total kuota impor yang diajukan.
“Target (swasembada) itu enggak realistis,” kata Rusli saat dihubungi Republika.co.id, Senin (12/8).
Di sisi lain Rusli juga mempertanyakan kesiapan importir untuk melakukan kewajiban tanam tersebut. Alasannya, importir yang bukan berasal dari sektor pertanian akan sulit beradaptasi dengan teknik pertanaman, belum lagi soal ketersediaan lahan tanam. Menurut dia, seharunya pemerintah menyiapkan lahan tanam bagi para importir dalam bentuk kemitraan dengan petani.
Di sisi lain dia menilai, kemitraan antara importir dengan petani juga harus disertai dengan pemberian insentif bagi kedua belah pihak. Adapun insentif yang dimaksud adalah ketersediaan lahan tanam yang tidak jauh dari akses logistik bagi importir, dan jaminan pembelian bawang putih petani apabila telah panen.
Dia menambahkan, pemerintah perlu mengidentifikasi luasan lahan yang tersedia dan membandingkannya dengan wilayah konsumsi. Misalnya, wilayah pertanaman bawang putih akan sulit diterapkan jika di daerah Jawa meski akses transportasi dan logistiknya tersedia.
“Sedangkan kalau di luar Jawa (tanamnya), tantangannya yang konsumsi bawang putih ini mayoritas ada di Jawa,” ujarnya.
Penentuan lahan tanam dan akses logistik, menurut dia menjadi salah satu hal krusial dalam menentukan harga produksi. Apabila aspek tersebut sulit dipenuhi, bukan tidak mungkin menurutnya bawang putih lokal kelak sulit bersaing dan tak kompetitif jika dibandingkan bawang putih impor.
Dia menyarankan kepada pemerintah untuk mengatur pertanaman di luar Jawa dengan menyeimbangkan aspek logistik. Misalnya, pertanaman bawang putih dapat dilakukan di dekat-dekat wilayah tol laut maupun akses transportasi logistik.
Di sisi lain pihaknya juga mengimbau kepada pemerintah untuk membentuk suatu kawasan pertanaman bawang putih secara masif di satu wilayah. Sehingga ke depannya beban produksi tak menguras ongkos yang terlalu banyak.
“Seperti sawit, tebu, dan karet deh mekanismenya, mereka produksinya besar karena luasan lahannya terfokus di suatu wilayah dalam jumlah yang cukup luas,” kata dia.
Direktur Jenderal Tanaman Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto mengatakan, untuk menuju swasembada bawang putih di 2021 pemerintah membutuhkan luas lahan sebesar 72 ribu hektare. Sedangkan hingga 2018, menurut dia, luas pertanaman bibit bawang putih yang ada baru 8.000 hektare sedangkan luas lahan existingnya mencapai 2.000 hektare.
“Tapi kan di 2019 ini jumlahnya masih terus bertambah, artinya bakal ada perluasan lagi,” ujarnya.
Prihasto menegaskan pemerintah mampu mencapai swasembada bawang putih di 2021 nanti. Alasannya, saat ini terdapat komitmen yang cukup baik dari importir maupun petani untuk melakukan penanaman bibit bawang putih.
Seperti diketahui, hampir 90 persen lebih kebutuhan bawang putih Indonesia dipasok impor. Sedangkan berdasarkan catatan Kementan, kebutuhan bawang putih di Indonesia mencapai 570 ribu ton per tahun. Tercatat, terdapat sentra produksi bawang putih yang tersebar di 200 kabupaten dengan luasan lahan mencapai 600 ribu hektare.
Pada 2019, terdapat 110 kabupaten yang turut mengembangkan bawang putih. Adapun beberapa wilayah yang telah eksis melakukan pertanaman bawang putih antara lain Temanggung, Sembalun, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Tegal, Magelang, Karanganyar, Malang, Batu, Solok, Enrekang, Karo, Humbang Hasundutan, Kerinci, Merangin, Minahasa Selatan, dan Bantaeng.