Rabu 14 Aug 2019 14:59 WIB

Soal Impor, Peternak: Ayam Masih Oversuplai

Dampak impor ayam akan membuat harga ayam semakin jatuh.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Warga berbelanja daging ayam pada hari pertama perayaan tradisi meugang menyambut Idul Adha 1440 Hijriyah di pasar tradisional Peunayung, Banda Aceh, Aceh, Jumat (9/8/2019).
Foto: Antara/Ampelsa
Warga berbelanja daging ayam pada hari pertama perayaan tradisi meugang menyambut Idul Adha 1440 Hijriyah di pasar tradisional Peunayung, Banda Aceh, Aceh, Jumat (9/8/2019).

EKBIS.CO, JAKARTA – Akibat sengketa gugatan di World Trade Organisation (WTO) soal kebijakan impor Indonesia oleh Brasil, pemerintah mau tidak mau membuka keran impor ayam. Kendati demikian peternak justru mengeluhkan bahwa saat ini kondisi riil di lapangan masih terjadi kelebihan produksi atau oversuplai. 

Sekretaris Jenderal Gabungan Asosiasi Pengusaha Peternak Ayam Nasional (Gopan) Sugeng Wahyudi menyampaikan, hingga saat ini terdapat produksi anak ayam sebesar 62 juta ekor per pekan. Sedangkan kebutuhan konsumsi daging ayam di Indonesia hanya sekitar 56 juta ekor per minggu. Untuk itu, dia menyayangkan adanya situasi gugatan Brasil yang berujung pada pembukaan impor.

“Kita masih oversuplai, pasti (impor) sangat berdampak pada peternak ayam, khususnya yang peternak rakyat,” kata Sugeng saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (14/8).

Sugeng menyampaikan, pengaruh impor daging ayam Brasil terhadap peternakan ayam lokal bukan tanpa alasan. Misalnya, kata dia, harga ayam yang relatif murah dari Brasil menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan pemerintah. Menurutnya, hingga saat ini masih ada disparitas harga yang cukup signifikan antara ayam lokal dengan ayam Brasil.

Salah satu yang melatarbelakangi hal itu adalah adanya perbedaan harga pakan ternak di kedua negara. Di Indonesia, Sugeng menyampaikan, biaya produksi ayam berkisar Rp 18 ribu-Rp 18.300 per kilogram (kg) dengan volume biaya terbesar berasal dari pakan, yakni 50 persen.

“Misalnya ya, jagung pakan di Indonesia itu Rp 4.600 per kg, di Brasil cuma Rp 2.300 per kg. Jauh sekali biayanya," kata dia.

Untuk itu dia meminta kepada pemerintah agar menekan biaya produksi dengan pemenuhan rumah jagung bagi peternak dan pembangunan rumah potong hewan (RPH) ayam secara masif. Menurut dia saat ini RPH ayam baru tersedia sebesar 12 persen dari skala kebutuhan nasional.

Di sisi lain pihaknya juga meminta kepada pemerintah menyediakan sistem buffer stock untuk melakukan pembenahan di pasar agar harga ayam tidak fluktuatif. Sebab selama ini berdasarkan pengalamannya, di musim-musim tertentu harga ayam peternak anjlok drastis dan di saat bersamaan harga di tingkat konsumen justru melambung. 

Terkait dengan kondisi oversuplai yang terjadi saat ini, kata dia, sejumlah wilayah terpaksa menjual harga ayamnya di setara harga acuan penjualan bahkan di bawah harga tersebut. Sugeng menyebutkan, harga jual ayam peternak di Jawa Barat sebesar Rp 18 ribu kg dan di Jawa Tengah justru anjlok di harga Rp 14.500 per kg. 

Padahal dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 96 Tahun 2018 disebutkan, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengatur harga acuan pembelian daging ayam di farmgate sebesar Rp 18 ribu-Rp 20 ribu per kg.

Untuk itu dia meminta kepada pemerintah untuk membuka solusi ekspor yang konkret agar menyerap produksi ayam lokal yang tersedia. Menurut dia sejauh ini terdapat sejumlah negara yang kerap menjadi negara tujuan ekspor ayam Indonesia, yakni Myanmar dan Timor Leste.

“Biasanya kita ekspor karkas ke negara itu, (ekspor) ini kita dorong benar,” ujarnya.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyampaikan bahwa di tengah kondisi gugatan kebijakan impor yang dilayangkan Brasil terhadap Indonesia, Kementerian Pertanian (Kementan) bakal melakukan ekspor ayam dalam waktu dekat. Amran menyebut saat ini Jepang sudah mulai melirik produk ayam olahan, karkas, dan bahkan day old chicken (DOC) asal Indonesia.

“Sekarang aku mau ekspor karena produksinya melimpah,” ujar Amran.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement