EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menilai peningkatan konsumsi biodiesel dalam negeri melalui mandatori B30 pada 2020 dapat mempengaruhi harga minyak kelapa sawit (CPO) di pasar internasional. Menurutnya, dengan terserapnya CPO untuk kebutuhan dalam negeri, petani kelapa sawit tidak perlu khawatir akan jatuhnya harga CPO di pasar internasional karena kelebihan produksi (over supply).
"Dengan demand (kebutuhan) yang meningkat, kita tidak perlu lagi dalam tanda kutip mengemis ke negara lain untuk menaikkan harga CPO," kata Menteri Airlangga pada diskusi Kementerian Perindustrian di Jakarta, Selasa (20/8).
Airlangga menjelaskan dari total produksi sebesar 47 juta ton per tahun, penggunaan CPO terus meningkat. Antara lain, ungkapnya, untuk energi sekitar 15-20 persen, sisanya untuk produk hilir seperti pangan dan nonpangan.
Apalagi, lanjutnya, pasar di dalam negeri sedang berkembang pesat karena konsumsi produk pangan yang kian tumbuh. Selain itu, ada inisiatif kebijakan pemerintah tentang mandatori biodiesel PSO (Public Service Obligation) dan non-PSO sejak tahun 2016.
Ia menambahkan Kemenperin terus mengawal kebijakan mandatori biodiesel 20 persen (B20), yang akan ditingkatkan menjadi B30 pada awal 2020. Kemudian, diharapkan pada 2021-2022, komposisi penggunaan bahan bakar nabati akan ditingkatkan menjadi B50-B100.
Menurut dia, pelaksanaan kebijakan mandatori biodiesel telah membawa banyak manfaat. Antara lain penghematan impor BBM diesel, pengurangan emisi, dan terbukti mampu menahan jatuhnya harga CPO internasional pada saat terjadi oversupply pada periode 2015-2016.
Pada tataran operasional, proses transisi implementasi mandatori B20 juga berjalan lancar. Hal ini dikarenakan koordinasi dan kompromi teknis antara industri produsen biodiesel FAME dan industri engine maker pengguna B20.
Menperin optimistis, Indonesia punya potensi dan peluang besar dalam menjalankan program hilirisasi industri kelapa sawit dan pengoptimalan penggunaan bahan bakar nabati. Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar CPO dan minyak inti sawit mentah (Crude Palm Kernel Oil/CPKO) yang mencapai 47 juta ton pada 2018.
Sepanjang 2018, ekspor minyak sawit didominasi oleh produk hilir, yang rasio volumenya sebesar 81 persen dibanding ekspor bahan baku (19 persen). Tren ini terus melonjak selama lima tahun terakhir, sehingga mampu memberikan kontribusi signifikan pada perolehan devisa.
"Laju pertumbuhan produksi minyak sawit diperkirakan terus meningkat signifikan, di mana ekspor minyak sawit dan produk turunannya menyumbang devisa negara lebih dari 22 miliar dolar AS per tahun," papar Airlangga.
"Kita perlu berbangga bahwa kebijakan mandatori biodiesel berkomposisi di atas 20 persen adalah yang pertama kali di dunia, dengan hasil implementasi di lapangan yang relatif baik dan lancar," tuturnya menambahkan.