EKBIS.CO, SOLO -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam mencegah korupsi Dana Desa. Caranya, masyarakat terlibat mulai dari perencanaan hingga realisasi penggunaan Dana Desa.
Anggota Direktorat Litbang KPK, Dicky Ade Alfarisi, mengatakan peran utama untuk mencegah korupsi Dana Desa berupa keterlibatan masyarakat. "Kalau masyarakat tidak konsen terhadap Dana Desa maka peluang untuk menyelewengkan Dana Desa itu besar. Karena dari atas agak sulit untuk mengawasi," jelasnya saat menjadi narasumber Pelatihan Jurnalis Lawa Korupsi di Novotel Solo, Sabtu (24/8) lalu.
Dia menerangkan, perkembangan Dana Desa trennya semakin lama semakin besar. Pada 2015 total Dana Desa mencapai Rp 20 triliun, dan 2019 menjadi Rp 75 triliun. Tahun ini, diperkirakan satu desa mendapatkan Rp 900 juta, nominalnya bisa lebih besar atau lebih kecil tergantung desa masing-masing. Jumlah desa di Indonesia hampir 75 ribu desa. Sebaran penyaluran Dana Desa lebih banyak di Jawa dan Sumatra karena jumlah desa paling banyak.
Pengalokasian Dana Desa sebanyak 77 persen alokasi dasar (dibagi rata), 20 persen formula (jumlah penduduk, kemiskinan, wilayah kabupaten/kota dan geografis), serta 3 persen afirmasi (desa sangat tertinggal). "Ini masih belum mendorong penyamarataan. Harapannya nanti ini bisa diubah. Dulu sejarahnya diarahkan ke formula," imbuhnya.
Dalam pengelolaan Dana Desa, terdapat pendampingan desa yang jumlahnya mencapai 40 ribu orang. Tugasnya mendampingi desa dalam perencanaan dan pertangungjawaban. Namun, Dicky menilai ada banyak permasalahan pada pendamping desa karena tidak ada standar kompetensi. Bisa jadi, ada pendamping hanya tercatat namanya tetapi partisipasi di desa kurang.
Berdasarkan hasil audit Kemendes hampir semua desa tidak punya Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa. "Harapannya dengan adanya pendamping bisa dibuatkan sehingga lebih terarah. Misalnya desa mau bikin desa wisata sedangkan anggaran terbatas, dengan adanya RPJM lebih mudah," ucap Dicky.
Dari sisi pelaporan, lanjutnya, saat ini masih belum ada mekanisme untuk memastikan kebenaran laporan pertangungjawaban Dana Desa, apakah di level kecamatan atau kabupaten. Aturan Kemendagri mekanisme pada bupati/walikota. Tetapi kabupaten masih kesulitan audit internal, sehingga dalam setahun hanya satu atau dua desa yang dijadikan sampel.
Pengawasan Dana Desa dilakukan oleh masyarakat desa, camat melakukan pengawasan melalui kegiatan fasilitasi, Badan Permusyawaratan Desa, APIP, dan BPKP. LSM juga punya peranan penting untuk mengawasi.
KPK telah melakukan kajian tata kelola Dana Desa. Kajian itu dilatarbelakangi jumlah desa banyak, wilayah besar, potensi korupsi lebih besar karena pengawasan lebih sulit, rawan ditunggangi kepentingan politis, serta akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah masih rendah. Beberapa daerah digunakan sebagai sampel, antara lain di Bogor, Klaten, Gowa, dan Magelang.
Dalam kajian tersebut, sejumlah permasalahan ditemukan KPK. Dari sisi regulasi, banyak regulasi belum ditetapkan, tumpang tindih kewenangan antara Kemendagri dan Kemendes, yang bisa jadi bertentangan. Dari sisi tata laksana, siklus pengelolaan anggaran desa sulit dipatuhi, APBdes yang disusun tidak menggambarkan kebutuhan desa, penggunaan dan pertangungjawaban APBDes kurang transparan, format laporan beda-beda sehingga rawan manipulasi.
Dari sisi pengawasan, pengawasan oleh inspektorat daerah kurang efektif, tidak optimal saluran pengaduan masyarakat, ruang lingkup evaluasi dan pengawasan camat belum jelas. Dari sisi SDM, lemahnya sumber daya masyarakat desa menyebabkan rentan dimanfaatkan pihak tertentu.
"Peran serta masyarakat harus lebih besar. Bagaimana mendorong partisipasi masyarakat, itu tugas pendamping desa, karena yang membimbing pendamping desa. Kemudian, tidak ada saluran, masyarakat mau lapor ke siapa," paparnya.
Dari hasil kajian tersebut, KPK telah menyampaikan beberapa rekomendasi kepada Kementerian terkait. Rekomendasi tersebut antara lain, menyusun kesepakatan bersama, melakukan rakor berkala antara kementerian terkait, alokasi diubah supaya formula lebih besar, mekanisme rekrutmen evaluasi kinerja dan sanksi bagi pendamping karena biaya gaji pendamping sangat besar, segera menyusun sistem keuangan, panduan teknis serah terima aset hasil dana bergulir PNPM, serta membentuk tim pengendali pelaksanaan UU Desa. Dari rekomendasi tersebut, yang sudah dilaksanakan Kementerian baru sekitar 40-50 persen.
"Kuncinya di masyarakat. Paling bagus bagaimana membangkitkan partisipasi masyarakat. Karena tanpa itu agak sulit mencegah kebocoran. Kalau diaudit sulit, bukti-bukti kuintansi ada di desa jadi harus turun di desa," tegasnya.
Di samping partisipasi masyarakat, cara lainnya untuk pencegahan korupsi Dana Desa dengan meningkatkan kemampuan perangkat desa terkait pengelolaan Dana Desa. Dua hal tersebut akan memungkinkan kecurangan pengelolaan Dana Desa lebih rendah.