Senin 26 Aug 2019 09:13 WIB

Ngalah Bukan Kalah

Ngalah tidak dapat digunakan sebagai pembenaran atas kekalahan.

Red: Muhammad Subarkah
Founder Karim Consulting Indonesia, Adiwarman Karim memaparkan Outlook Perbankan Syariah 2019 di Auditorium Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta , Kamis (6/12).
Foto: Republika/Prayogi
Founder Karim Consulting Indonesia, Adiwarman Karim memaparkan Outlook Perbankan Syariah 2019 di Auditorium Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta , Kamis (6/12).

Oleh: Adiwarman A Karim, Pakar Ekonomi Syariah

Ngalah sama sekali tidak berarti kalah. Malah sikap ngalah menunjukkan kemenangan dan kedigdayaan jiwa. Ngalah bukan berasal dari kata kalah. Ngalah berarti nga-Allah yang berarti menuju Allah. Suatu tingkat kedekatan diri kepada Allah yang menyikapi semua permasalahan dengan menyerahkan pada kehendak Allah. Dalam bahasa Arab, ngalah bermakna tawakkaltu ‘ala Allah.

George Stadler, profesor Universitas Newcastle, dalam risetnya, "Real Business Cycles", menjelaskan keniscayaan siklus turun-naik perekonomian. Menurut Stadler, siklus turun-naik merupakan respons yang paling efisien terhadap perubahan eksogenus agar perekonomian selalu berada di tingkat expected utility yang maksimal. Ibarat siklus bekerja di siang hari dan istirahat di malam hari agar tubuh selalu berada pada kondisi optimal.

Urip iku dilakoni. Pejah gesang nderek Gusti. Hidup itu untuk dijalani sesuai dengan kehendak Sang Maha Pengatur. Istirahat di malam hari sama sekali tidak berarti malas. Perjanjian Hudaibiyah dan Perang Uhud tidak berarti kekalahan. Ia adalah respons yang paling efisien terhadap keadaan saat itu dan kemampuan untuk tunduk pada kehendak Allah.

Lawrence Summer, professor Universitas Harvard, dalam risetnya, "Some Skeptical Observations on Real Business Cycle Theory", mengakui teori Real Business Cycle tidak dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena turun-naiknya perekonomian negara-negara kapitalis. Diduga karena sektor keuangan tidak lagi menggambarkan apa yang terjadi di sektor riil.

Ngalah tidak dapat digunakan sebagai pembenaran atas kekalahan. Resesi dan krisis ekonomi yang disebabkan ketamakan dan kecerobohan tidak dapat dicarikan pembenarannya dengan teori Real Business Cycle. Hanya setelah usaha maksimal, kita berserah diri mengenai hasilnya kepada ketetapan Allah.

Perang ekonomi AS-Cina semakin jelas menekan perekonomian dunia. Volume perdagangan internasional menciut. Retaliasi kebijakan proteksionis nasionalis menguat. Mari Elka Pangestu, profesor Universitas Indonesia, dalam risetnya, "China–US trade War: an Indonesian perspective", menjelaskan perlunya kepemimpinan kolektif untuk mengantisipasi dampak negatif perang ekonomi AS-Cina.

Di antara negara-negara G-20 yang memiliki keluwesan akseptabilitas dan potensi ekonomi yang besar sehingga paling berpeluang menginisiasi kepemimpinan kolektif itu adalah Indonesia. Kemampuan Indonesia menjaga jarak antara kedua raksasa ekonomi yang sedang berperang menjadi kunci keberhasilan. Hanya ketamakan dan kecerobohan saja yang dapat menggagalkan peran kepemimpinan Indonesia.

Sebagai calon pemimpin, Indonesia harus menawarkan keunikan nilai sebagai tatanan baru ekonomi dunia. Nilai yang belum banyak digali kembali adalah nilai ekonomi syariah. Padahal, ekonomi dengan nilai-nilai syariah pernah menguasai dua pertiga dunia selama 800 tahun. Memberi pencerahan di saat Eropa dilanda kegelapan pemikiran.

Data Bappenas menunjukkan pertumbuhan jumlah masyarakat golongan berpenghasilan menengah yang sangat cepat. Dari hanya 18,8 persen pada tahun 2010 menjadi 75 persen pada 2040. Sebagian besar mereka adalah umat Islam. Tidak berlebihan bila Indonesia mengusung ekonomi syariah sebagai unique value proposition dalam peran kepemimpinan ekonomi dunia.

Tarik-menarik pengaruh AS dan Cina juga terasa di Indonesia. AS dan sekutu Barat-nya yang selama ini menikmati hubungan baik dengan Indonesia dapat saja merasa kurang nyaman dengan munculnya kekuatan pengaruh ekonomi Cina. Indonesia harus piawai mengalihkan energi besar tarik-menarik ini menjadi energi yang malah mendorong kepemimpinan Indonesia.

Ngalih tidak berarti lari dari kenyataan. Ngalih merupakan sikap jiwa beralih dari perasaan dan hal-hal negatif menuju ke hal-hal positif. Dalam bahasa Arab, ngalih bermakna hijrah minal zulumati ilan Nur, beralih dari kegelapan ke pencerahan.

John von Neuman dan Oskar Morgenstern, dua ekonom jenius penemu Game Theory, dalam bukunya, The Theory of Games and Economic Behavior, menjelaskan zero-sum game di mana kemenangan salah satu pemain harus dibayar dengan kekalahan pemain lain sehingga jumlah kemenangan dan kekalahan itu saling menihilkan.

Bila dalam permainan itu salah satu pihak bermain curang, pihak lain akan terdorong untuk membalas bermain curang atau malah tidak mau lagi bermain di masa mendatang. Sikap tidak ingin terlibat lagi dalam permainan curang itu disebut No Repeated Game Theorem. Daripada ikut-ikutan bermain curang yang dapat merusak hubungan, lebih baik tidak ikut bermain.

Inilah yang disebut ngalih. Dalam sejarah perjuangan bangsa, ngalih dilakukan dengan cara uzlah, mengasingkan diri ke desa-desa yang jauh dari kekuasaan penjajah dan membangun peradaban pesantren. Dalam sejarah ekonomi Indonesia, ngalih juga pernah terjadi. Kepemimpinan Belanda dalam IGGI yang dirasakan terlalu banyak intervensi dan mengatur urusan dalam negeri Indonesia ditinggalkan. IGGI dibubarkan, kemudian dibentuk CGI sebagai gantinya dengan anggota yang persis sama kecuali Belanda yang tidak diajak lagi.

George Mailath dan Larry Samuelson, masing-masing profesor Universitas Pennsylvania dan profesor Universitas Yale, dalam buku mereka, Repeated Games and Reputations, menjelaskan bahwa hubungan jangka panjang yang baik hanya dapat dihasilkan dari reputasi baik yang dibangun dari permainan berulang kali tanpa kecurangan.

Ojo kuminter mundak keblinger, ojo cidro mundak ciloko. Jangan merasa paling pintar agar tidak salah arah, jangan suka berbuat curang agar tidak celaka. Ngalah dan ngalih merupakan bentuk perlawanan terhadap kecurangan dan kesewenangan sekaligus bentuk penyerahan diri kepada kehendak Allah. n

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement