EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Tim 1 Dampak Pengendalian Eksternal Pertamina Rifky Effendi meminta maaf kompensasi terhadap warga terdampak tumpahan minyak mundur dari rencana yang dibuat sebelumnya. Saat jumpa pers penanganan dampak tumpahan minyak di Kantor Pusat Pertamina pada Rabu (15/8), Rifki menyampaikan proses kompensasi mulai akan diberikan pada pekan depan atau sejak Senin (19/8) hingga Ahad (25/8).
Namun hingga Senin (26/8), proses kompensasi tak kunjung diberikan. "Saya minta maaf harus mundur tapi kita tetap maksimalkan," ujar Rifki saat jumpa pers di Kantor Pertamina Hulu Energi (PHE), Jakarta, Senin (26/8).
Rifki menyampaikan, alasan keterlambatan kompensasi lantaran kondisi sebaran tumpahan minyak yang bergerak dinamis mengikuti arah arus, angin, dan gelombang. Akibatnya, jumlah warga terdampak pun ikut berubah sehingga memerlukan verifikasi lebih aktual.
Rifki mengatakan, pendataan yang dilakukan sudah mencapai 90 persen dengan jumlah terdampak di atas 10 ribu jiwa yang ada di tujuh kabupaten dan kota: Kabupaten Karawang, Bekasi, Kepulauan Seribu, Tangerang Serang, serta Kota Serang dan Kota Cilegon.
"Ternyata memang cukup besar warga jumlah terdampak kita perlu detailkan. Proses verifikasi oleh kepala desa juga kadang tidak mudah. Ada suatu desa yang kita harus buka beberapa posko pendaftaran, dilimpahkan ke kepala dusun. Ini yang menyebabkan terjadi kemunduran," ucap Rifki.
Selain itu, kata Rifki, proses kompensasi juga akan dilakukan dengan pemberian uang nontunai. PHE dalam hal ini bekerja sama dengan himpunan bank negara (Himbara) seperti Bank BNI, BRI, dan Mandiri. Rifki menjelaskan, warga terdampak juga harus membuka rekening terlebih dahulu agar mendapatkan kompensasi.
"Sinergi kami dengan Himbara juga perlu waktu. Bukan kita tidak peduki terhadap janji, tapi lebih memastikan agar bantuan akuntabel dan bisa dipertanggungjawabkan," lanjut Rifki.
Mengenai besaran kompensasi yang diterima, kata Rifki, sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) nomor 7 tahun 2014. "Dalam peraturan menteri tersebut dihitung misal yang kerja sebagai nelayan, buruh, ABK, pemilik kapal, itu beda. Sarana nelayan yang rusak juga didata," kata Rifki.
Rifki menyampaikan, pada Rabu (28/8), PHE akan bertemu dengan KLHK dan KKP guna membahas percepatan proses kompensasi terhadap warga terdampak tumpahan minyak.