EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi nasional pada 2020 akan tumbuh di kisaran 5,1-5,5 persen. Proyeksi pertumbuhan naik dari perkiraan pertumbuhan tahun 2019 sekitar 5,0-5,4 persen. Konsumsi rumah tangga menjadi penopang pertama dalam menjaga laju pertumbuhan.
"Prospek pertumbuhan tahun 2020 sangat baik sekali. Kita sudah melakukan penurunan suku bunga sebanyak dua kali. Itu sebagai langkah pre-emptive action untuk antisipasi momentum pertumbuhan yang ada," kata Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti dalam UOB Economic Outlook 2020 di Ritz Carlton Jakarta, Rabu (28/8).
Ia mengatakan, penurunan suku bunga sebanyak 50 basis poin dari 6 persen menjadi 5 persen selama Juli-Agustus 2019 diharapkan bisa mendorong keseimbangan ekonomi domestik ke depan. Perbankan diharapkan ikut menurunkan suku bunga kredit sehingga sektor korporasi bisa ikut meningkat dan berdampak pada konsumsi dalam negeri.
Semakin rendah bunga kredit perbankan, diharapkan meningkatkan pertumbuhan pencairan kredit. Semakin tinggi pertumbuhan kredit mencerminkan transmisi ekonomi, khususnya konsumsi di pasar domestik membaik. Selama tingkat kredit bermasalah bisa terjaga.
Destry mengatakan, penurunan suku bunga juga didukung oleh terjaganya laju inflasi di level 3 plus minus 1 persen hingga saat ini. Karena itu, pelonggaran suku bunga dua bulan terakhir dinilai tepat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
"Kita ingin mencapai keseimbangan domestik agar pertumbuhan terus didorong," kata Destry.
Kendati demikian, kata Destry, current account defisit (CAD) atau defisit transaksi berjalan masih akan menjadi tantangan Indonesia tahun 2020 untuk bisa mencapai pertumbuhan positif. Hanya saja, CAD tahun depan diperkirakan akan lebih rendah dibanding CAD tahun ini.
Direktur Utama Bank UOB, Kevin Lam, menambahkan, konsumsi domestik yang menjadi penopang utama pertumbuhan akan datang dari generasi milenial. Menurut Kevin, kaum milenila akan menjadi tulang punggung ekonomi dalam 10 tahun mendatang.
Pada tahun 2030, 44 persen penduduk Indonesia atau sekitar 89 juta akan diisi oleh kelompok usia produktif. "Generasi ini lahir dengan karakteristik pendapatan dan daya beli yang tinggi dibanding sebelumnya. Milenial menghabiskan 50 persen dari pendapatan untuk belanja yang sifatnya lifestyle," kata dia.
Pola tersebut, jauh berbeda dari generasi sebelumnya yang menyisihkan 70 persen pendapatan untuk menampung kebutuhan dan konsumsi dasar lainnya. Pola konsumsi yang meningkat sejak beberapa tahun terakhir diproyeksikan akan terus naik dalam beberapa tahun ke depan.
Lebih lanjut, kata Kevin, tumbuhnya banyak perusahaan rintisan berbasis digital turut berkontribusi dalam perekonomian. Khususnya sektor usaha mikro, kecil, dan menengah.
"Perkembangan konsumsi yang baru ini akan mampu mendorong potensi pertumbuhan ekonomi digital untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional," katanya.