EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia mengungkapkan sulitnya ekonomi dalam negeri mencapai pertumbuhan sebesar enam persen hingga tujuh persen. Salah satu penyebabnya industri manufaktur nasional yang belum berkembang secara signifikan.
Deputi Gubenur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo mengatakan lambatnya industri manufaktur membuat ekonomi Indonesia masih bertahan pada level lima persen. "Tidak salah kalau ekonomi kita akan tumbuh hanya sekitar lima persen pada tahun ini. Jadi ini tantangan yang besar bagaimana kita bisa dorong sektor manufaktur terus tumbuh," ujarnya saat acara Seminar Nasional Manufaktur di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (4/9).
Menurutnya pertumbuhan ekonomi Indonesia juga terkendala tekanan nilai tukar yang berasal dari kegiatan impor. Kemudian, kenaikan harga komoditas akibat tingginya inflasi.
"Mengapa pertumbuhan 5,1 persen-5,2 persen? Keinginan kita selalu mencapai enam persen, tanpa ada gangguan dari stabilitas, karena itu menjadi penting BI selalu mencoba memberikan stimulus ekonomi," jelasnya.
Ke depan, Bank Indonesia berupaya menerapkan kebijakan makroprudensial bersifat akomodatif. Setidaknya bank sentral telah menurunkan suku bunga acuan sebanyak dua kali.
"Dengan kita turunkan suku bunga, semakin berikan fuel untuk sektor riil terus tumbuh terutama manufaktur," ucapnya.
Sementara Direktur Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Muhdori menambahkan pihaknya optimis industri manufaktur seperti produk teksil dan alas kaki akan tumbuh secara signifikan. Tercatat, pada triwulan tiga 2019 kedua sektor tersebut tumbuh sebesar 17,31 persen dan diharapkan akhir 2019 nilai ekspor kedua sektor tersebut mencapai 15 persen.
"Tekstil juga didukung industri hulu, serat rayon APR, terdapat peningkatan kapasitas, yang jadi 410 ribu ton menjadi 6.000 ton," ucapnya.