EKBIS.CO, NEW YORK -- Harga minyak di pasar global melonjak lebih dari empat persen pada akhir perdagangan Rabu (4/9) atau Kamis (5/9) pagi WIB. Lonjakan harga minyak dunia didorong oleh kenaikan pasar yang lebih luas karena berita positif dari China, setelah tiga hari turun tertekan kekhawatiran tentang pelemahan ekonomi global.
Patokan harga internasional, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November, naik 2,44 dolar AS atau 4,2 persen menjadi ditutup pada 60,70 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Sementara itu, patokan AS, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober, bertambah 2,32 dolar AS atau 4,3 persen menjadi menetap pada 56,26 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. Ini adalah peningkatan persentase harian terbesar untuk WTI sejak 10 Juli.
Indeks saham di seluruh dunia berbalik naik atau rebound, karena meredanya kekhawatiran geopolitik dan data ekonomi positif dari China membawa pembeli kembali ke pasar ekuitas.
Sebuah survei swasta menunjukkan bahwa aktivitas di sektor jasa China meningkat dengan laju tercepat dalam tiga bulan pada Agustus karena pesanan baru naik, mendorong peningkatan terbesar dalam perekrutan dalam lebih dari setahun.
Selain itu, selera risiko investor lebih jauh hidup kembali setelah Hong Kong menarik RUU ekstradisi yang kontroversial di jantung protes baru-baru ini. China adalah konsumen minyak terbesar kedua dan importir terbesar di dunia.
Di Amerika Serikat, stok minyak mentah diperkirakan telah menurun untuk minggu ketiga berturut-turut, sebuah jajak pendapat Reuters menunjukkan, menjelang data mingguan dari American Petroleum Institute (API) pada Rabu (4/9/2019) waktu setempat, dan dan pemerintah pada Kamis waktu setempat. Kedua laporan ditunda sehari karena liburan Hari Buruh AS.
Namun demikian, beberapa analis mencatat fundamental keseluruhan pasar minyak tetap mengecewakan. "Namun harga minyak tetap fokus pada perang perdagangan dan semakin lama kita tidak melihat tanggal yang dijadwalkan untuk pertemuan tatap muka antara pejabat China dan AS, semakin besar kemungkinan kita bisa melihat pengujian ulang dari posisi terendah musim panas," kata analis pasar senior di OANDA di New York, Edward Moya.
Presiden AS Donald Trump memperingatkan pada Selasa (3/9) bahwa ia akan "lebih keras" terhadap Beijing dalam masa jabatan kedua jika pembicaraan perdagangan berlarut-larut, menambah kekhawatiran pasar bahwa perselisihan perdagangan antara kedua negara dapat memicu resesi AS.
Data AS yang dirilis pada Selasa (3/9) menunjukkan aktivitas manufaktur mengalami kontraksi pada Agustus untuk pertama kalinya dalam tiga tahun, sementara aktivitas zona euro menyusut untuk bulan ketujuh.
“Minyak mentah tetap bermasalah oleh laporan bahwa produksi dari OPEC, Rusia dan AS semua naik bulan lalu. Ini (datang) pada saat kekuatan pertumbuhan permintaan, karena pesimisme perang perdagangan, semakin dipertanyakan,” kata ahli strategi komoditas Saxo Bank, Ole Hansen.
Kepala keuangan (CFO) BP Plc, Brian Gilvary mengatakan kepada Reuters bahwa permintaan minyak global diperkirakan akan tumbuh kurang dari satu juta barel per hari (bph) pada 2019 karena konsumsi melambat.
Tetapi pasokan tampaknya akan tetap terkendala karena para pejabat dan sumber-sumber Rusia dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak mengindikasikan negara-negara itu akan tetap berkomitmen pada perjanjian mereka untuk mengendalikan produksi meskipun terjadi goncangan di industri minyak Arab Saudi.
Dalam tanda kemungkinan ketegangan mereda di Teluk yang kaya energi, televisi pemerintah Iran melaporkan pada Rabu (4/9) bahwa Teheran akan membebaskan tujuh anggota awak kapal tanker berbendera Inggris yang ditahan, Stena Impero.
Kapal itu ditangkap dua minggu setelah Inggris menahan sebuah kapal tanker Iran dari wilayah Gibraltar yang dilepas kembali pada Agustus.