EKBIS.CO, MALANG -- Bulog Subdivisi Regional Malang hingga kini terus berusaha mengubah stigma negatif pada berasnya. Instansi ini ingin masyarakat tahu bahwa berasnya memiliki kualitas bagus.
Kepala Bulog Subdivre Malang Anita Andreani tak menampik, stigma beras apak masih bercokol di masyarakat terhadap Bulog. Semua ini tidak lepas dari traumatis masyarakat terhadap raskin dan rastra.
"Padahal kita sudah berubah, bisa memenuhi beras dengan kualitas premium. Apalagi kita tidak punya pasar yang pasti," kata Anita kepada wartawan, belum lama ini.
Akibat anggapan tersebut, daya beli masyarakat terhadap beras Bulog pun berkurang. Pengadaan beras oleh mitra kerja sampai September 2019 sendiri baru sekitar 40 persen. Dengan kata lain, hanya 8.471 ton dari target tahun ini sebanyak 21.073 ton.
Melihat angka tersebut, Anita menilai, jumlahnya tergolong minim. Padahal stok beras di gudang Bulog cukup melimpah, yakni sebanyak 32.145 ton. Stok ini jelas bisa mencukupi kebutuhan untuk cadangan pemerintah.
Untuk menghadapi masalah ini, Anita mengaku, tidak mudah. Upaya ini sulit meski Menteri Sosial RI telah memutuskan memberikan jatah penyediaan beras 100 persen kepada Bulog sebagai penyalur Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Nyatanya, Pemerintah Daerah (Pemda) masih kurang percaya dengan kualitas beras Bulog.
"Mereka lebih memilih penyuplai swasta ketimbang menyerap beras Bulog untuk BPNT," ujar Anita.
Untuk solusi beras menumpuk, Anita menegaskan, Bulog tetap menyalurkan BPNT. Dalam hal ini termasuk masih berupaya meyakinkan Pemda setempat. Kemudian bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMdes). Upaya ini setidaknya mampu mencapai pembelian beras dari 500 kilogram hingga dua ton per hari.