EKBIS.CO, JAKARTA - Uni Eropa menilai rencana pengenaan tarif Bea Masuk Anti Subsidi (BMAS) yang akan diberlakukan Pemerintah Indonesia terhadap produk susu dan olahan dari Uni Eropa sebagai tindakan yang menentang peraturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Rencana pengenaan tarif BMAS untuk produk susu ini dilakukan sebagai tindakan balasan (retaliasi) terhadap Komisi Uni Eropa yang telah menerapkan BMAS sebesar 8-18 persen terhadap impor biodiesel asal Indonesia.
"WTO tidak mengizinkan satu negara untuk mengenakan bea secara sepihak sebagai pembalasan atas tindakan dari negara lain. Posisi kami dalam retaliasi semacam ini adalah ilegal dalam istilah WTO dan tidak dapat diterima," kata Head of the Economic and Trade Section Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Raffaele Quarto pada Media Briefing di Jakarta, Kamis (5/9).
Raffaele menjelaskan bahwa pengenaan tarif BMAS ini dinilai sangat kecil, jika dibandingkan dengan negara lain, contohnya AS yang mengenakan bea masuk antisubsidi dari 35 persen menjadi 65 persen terhadap biodiesel Indonesia.
Selain itu, dalam peraturan WTO, peraturan yang diperbolehkan adalah penyelidikan anti dumping dan antisubsidi yang diberikan pada Uni Eropa. Di sisi lain, retaliasi atau tindakan balasan, dalam hal ini, tarif BMAS untuk produk susu Eropa, tidak diperbolehkan dan bertentangan dengan peraturan WTO.
Menurut Raffaele, rencana pengenaan tarif untuk produk susu ini juga akan mengganggu ekosistem dari para importir dan produsen di Indonesia yang menggunakan produk susu dari UE. "Bukan saja sebuah hal yang tidak legal dari sisi perdagangan internasional, tetapi juga sebenarnya memberikan kerugian bagi industri di Indonesia yang menggunakan produk susu dari Uni Eropa," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan akan memberlakukan pengenaan tarif Bea Masuk Anti Subsidi (BMAS) untuk produk susu (dairy products) dari Uni Eropa.
Enggar bahkan telah meminta para importir produk susu untuk mengalihkan sumber produknya dari Uni Eropa ke negara lainnya, seperti Amerika Serikat, Australia dan Selandia Baru.
Menurut Enggar, alasan pemerintah mengenakan BMAS terhadap produk susu Uni Eropa karena komoditas itu menyangkut kesejahteraan petani kecil di Benua Biru tersebut, sama dengan petani Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada kelapa sawit.