Sabtu 07 Sep 2019 03:02 WIB

Aspek Halal Rumah Potong Ayam Perlu Ditingkatkan

Produk ayam lokal sudah harus mengikuti standar nasional Indonesia.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Pedagang ayam potong melayani pembeli di Pasar Pondok Labu, Jakarta Selasa (25/6).
Foto: Republika/Prayogi
Pedagang ayam potong melayani pembeli di Pasar Pondok Labu, Jakarta Selasa (25/6).

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Menanggapi sengketa dagang yang dimenangkan Brasil di World Trade Organisation (WTO) tentang kebijakan impor yang perlu Indonesia buka, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau aspek halal rumah potong ayam (RPA) lokal ditingkatkan. Hal itu guna memberikan pelayanan serta jaminan halal bagi konsumen.

Ketua Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) MUI Sukoso mengimbau kepada kementerian teknis untuk meningkatkan kualitas halal RPA. Menurut dia aspek halal merupakan kekuatan industri pangan di Indonesia, apalagi suplai ayam lokal cukup melimpah.

Baca Juga

“Kami minta untuk ditingkatkan lagi, RPA ini kan tugasnya pemerintah. Pastikan (kehalalannya) itu ditingkatkan,” kata Sukoso kepada Republika.co.id, Jumat (6/9).

Menurut Sukoso, produk ayam lokal sudah harus mengikuti standar nasional Indonesia (SNI) sebagaimana diatur oleh ketetapan yang ada. Salah satu yang diatur ialah mengenai kewajiban RPA halal dengan ketersediaan juru sembelih halal (Juleha) yang harus sudah dilatih.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam keterangan resminya mengatakan, pemerintah akan menyesuaikan keputusan WTO dengan memperbarui peraturan impor ayam oleh Indonesia. Perubahan itu dilakukan menyusul keputusan panel sengketa DS 484 Dispute Settlement Body (DSB) atau Badan Penyelesaian Sengketa WTO terkait gugatan Brasil atas ketentuan dan prosedur impor ayam yang diberlakukan Indonesia.

Dalam keterangannya, Enggar menekankan meski Indonesia membuka keran impor ayam Brasil, produk ayam impor yang masuk ke Indonesia harus memenuhi standar kesehatan secara internasional dan standar halal yang berlaku di Indonesia. 

"Penting diketahui, kebijakan halal Indonesia untuk produk ayam tidak pernah dinyatakan bersalah oleh panel sengketa WTO,” ungkap Enggar.

Sebagai catatan, sejak 2009 Brasil berupaya membuka akses pasar produk unggas ke Indonesia terkhusus ayam produk ayam. Brasil juga dikenal sebagai produsen ayam global dengan biaya produksi yang sangat efisien dan murah jika dibandingkan Indonesia.

Namun sejak 2009 itu, Brasil menganggap Indonesia memberlakukan ketentuan dan prosedur yang menghambat masuknya produk ekspornya. Untuk itu Brasil menggugat Indonesia ke WTO pada Oktober 2014.

Dalam putusan panel sengketa DS 484 menyatakan empat kebijakan Indonesia melanggar aturan WTO. Keempat aturan tersebut antara lain positive list, fixed licence term, intended use, dan undue delay. Dari keptusan itu Indonesia berkewajiban melakukan penyesuaian mengakomodasi putusan WTO.

Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Nasional (Gopan) Sugeng Wahyudi mengimbau kepada pemerintah untuk memanfaatkan produksi ayam lokal. Sebab saat ini produksi ayam hidup atau live bird sudah oversuplai. Dukungan terhadap peternakan unggas seharusnya diberikan dengan melakukan penyerapan serta pengendalian produksi di dalam negeri.

“Berdasarkan Undang-Undang itu pemerintah hanya boleh mengimpor kalau produksi di dalam negeri kurang, kalau sekarang kan kita oversuplai,” ungkapnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement