EKBIS.CO, JAKARTA -- Asas kebutuhan dan manfaat menjadi alasan utama seseorang pempertimbangkan penggunaan kartu pembiayaan. Seorang milenial berusia 30 tahun asal Bogor, Aidatun Fitriyah, sering kali menggunakan kartu pembiayaan untuk keperluan mendesak.
"Sangat membantu sekali jika harus ada pengeluaran dadakan yang jumlahnya cukup besar," kata dia saat berbincang dengan Republika.co.id, beberapa waktu lalu.
Ibu dari seorang putri ini mengatakan kartu pembiayaannya punya limit kecil, sehingga membantunya tidak konsumtif. Aidatun juga merasa lebih nyaman karena kartu pembiayaannya dikeluarkan oleh bank syariah.
"Kalau kartunya tidak digunakan tidak ada biayanya, jadi tidak konsumtif, digunakan sesuai kebutuhan saja," kata dia.
Sementara seorang milenial beranak dua, Succi Ariessa Revianthy, mengaku belum tertarik punya kartu pembiayaan karena merasa belum butuh. Ia masih nyaman melakukan transaksi keuangan secara tradisional.
Aktivitas sehari-hari pun belum mendesaknya memiliki kartu pembiayaan. Succi merasa perlu mengetahui seluk beluk produk tersebut sebelum menggunakan. Ia termasuk orang yang sangat hati-hati dalam memilih produk keuangan.
"Ada niat untuk mempelajari dulu bagaimana skemanya, kalau ternyata nanti sudah butuh, jadi sudah tahu ilmunya," kata perempuan asal Sukabumi, Jawa Barat ini.
Menurutnya, kartu pembiayaan masih punya stigma negatif karena sering disandingkan dengan kartu kredit. Fungsinya yang mirip membuat banyak pihak menyangsikan kesyariahannya. Succi juga khawatir masih ada unsur riba sehingga ia merasa perlu belajar lebih jauh.
Rupanya, literasi dan kepercayaan mengenai kartu pembiayaan juga menjadi salah dua dari tantangan penetrasi di masyarakat. Masih banyak orang tidak tahu adanya kartu pembiayaan yang diluncurkan bank syariah. Umumnya mereka tidak bisa membedakannya dengan kartu kredit konvensional. Hingga tidak percaya kartu pembiayaan telah sesuai dengan kaidah syariah.
Kartu pembiayaan yang kini beredar di masyarakat telah mengantongi izin dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Proses penerbitannya melalui fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 54/DSN-MUI/X/2006 tentang kartu pembiayaan.
Saat ini baru dua lembaga keuangan syariah yang jadi penyedia layanan, yakni Bank BNI Syariah dan Unit Usaha Syariah CIMB Niaga. Direktur CIMB Niaga Syariah Pandji P Djajanegara mengakui, literasi menghambat penetrasi kartu pembiayaan.
"Masih banyak yang beranggapan ini riba padahal syariah card ini sudah lewat DPS (Dewan Pengawas Syariah), OJK, DSN jadi produknya halal," kata dia pada Republika beberapa waktu lalu.
Promosi terkait produk juga kurang masif di masyarakat. Pandji mengatakan banyak yang belum tahu bahwa perbankan syariah sudah memiliki kartu pembiayaan yang spesifikasinya sama baik dengan produk konvensional.
Per Juni 2019, jumlah kartu pembiayaan CIMB Niaga mencapai sekitar 355 ribu kartu dengan volume sekitar Rp 700 miliar. CIMB Niaga Syariah menargetkan pada akhir tahun diharapkan tercapai sekitar 375-380 ribu kartu dengan volume sekitar Rp 725-750 miliar.
Pandji mengatakan kualitas produk juga menjadi strategi penting. Saat ingin menggaet pasar kartu kredit, maka kartu pembiayaan harus sama baiknya dengan kartu konvensional, sehingga kenyamanan nasabah yang sudah pakai kartu kredit tidak berubah saat memakai syariah card.
Sekretaris Perusahaan BNI Syariah, Rima Dwi Permatasari mengatakan kartu pembiayaan sebenarnya memiliki keunggulan yang lebih. Target pasarnya cukup beragam, mulai dari ibu rumah tangga hingga eksekutif, usia muda hingga tua.
Ia mencontohkan seorang ibu bisa memberikan kartu pembiayaan pada anaknya untuk berjaga-jaga. Karena pembayaran otomatis tertolak di merchant nonhalal.
Selain itu, manfaat akan terasa bagi orang yang sering bepergian keluar negeri karena kursnya kompetitif, dan praktis tanpa perlu tukar uang tunai di money changer. Anak milenial yang saat ini mengikuti tren hijrah cocok karena bisa menahan godaan konsumtif namun tetap ekspresif.
Rima menekankan tujuan kartu pembiayaan sebenarnya memang bukan untuk konsumtif. Penggunaannya diharapkan berdasar pada kebutuhan nasabah sehingga batasan atau limit kartu pun lebih rendah dari kartu kredit bank konvensional.
"Kita ingin agar kartu ini digunakan sesuai dengan kebutuhan dari nasabah, tidak berlebihan dan tetap menjaga keyakinan yang dipegang," katanya.
Per Juli 2019, jumlah kartu pembiayaan Hasanah Card mencapai 327.083 dengan target penambahan sekitar 32 ribu kartu hingga akhir tahun. Outstanding loan Hasanah Card pada periode yang sama sekitar sekitarRp 352,6 miliar dengan target penggunaan hingga akhir tahun mencapai Rp 1,2 triliun.
BNI Syariah menargetkan outstanding kartu BNI iB Hasanah Card sampai akhir tahun 2019 bisa tumbuh 13,5 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Salah satu upayanya adalah dengan menggandeng lebih banyak merchant untuk mengoptimalkan pelayanan dan transaksi keuangan.