Selasa 10 Sep 2019 12:44 WIB

Peserta Mandiri Penyebab Defisit? Ini Kata BPJS Kesehatan

Jumlah tunggakan iuran peserta mandiri mencapai sekitar Rp 15 triliun.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nidia Zuraya
Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta, Selasa (3/8/2019).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta, Selasa (3/8/2019).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah tetap akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk menutupi defisit program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut penyebab utama defisit BPJS Kesehatan disebabkan oleh tunggakan iuran peserta mandiri.

Kemenkeu mencatat selama periode 2016-2018, jumlah tunggakan iuran peserta mandiri mencapai sekitar Rp 15 triliun. Tunggakan tersebut, menurut Kemenkeu, terjadi karena banyak peserta mandiri yang tidak disiplin membayar iuran.

Baca Juga

Menanggapi soal tunggakan ini Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma'ruf mengatakan meski peserta mandiri tidak menunggak iuran, defisit akan tetap terjadi. Hal ini karena besaran iuran masih dinilai tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan peserta layanan BPJS Kesehatan.

"Penyebab utama adalah besaran iuran. Jika peserta semua 100 persen membayar iuran dengan tertib, maka kekurangan dana masih terjadi," kata Iqbal kepada Republika.co.id, Selasa (10/9).

Iqbal memaparkan, saat ini tunggakan paling besar terjadi pada peserta mandiri, yang jumlah kepesertaannya 14 persen dari total populasi peserta sekitar 223 juta jiwa, yakni 32 juta peserta. Sementara jumlah peserta mandiri yang aktif membayar, kata Iqbal, hanya sekitar 54 persen.

Sepanjang 2018, total iuran dari peserta mandiri adalah Rp 8,9 triliun dengan total klaim mencapai Rp 27,9 triliun. Dengan kata lain, claim ratio dari peserta mandiri ini mencapai 313 persen.

Kendati begitu, ada kekhawatiran bahwa kenaikan besaran iuran malah membuat peserta mandiri semakin malas membayar. Untuk itu, BPJS Kesehatan melakukan beberapa antisipasi agar peserta tetap membayar.

"Antisipasi agar tidak terjadi penunggakan adalah dengan membuka channel pembayaran seluas mungkin, ada 680 ribu channel, melakukan telecollecting, SMS, dan menerjunkan kader JKN," ujar Iqbal.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kemenkeu telah mengumumkan akan menaikkan nominal iuran peserta BPJS Kesehatan untuk kelas 1, 2, dan 3. Kenaikan iuran kepesertaan BPJS Kesehatan akan mulai diberlakukan per 1 Januari 2020.

Kenaikan sebesar 100 persen berlaku untuk peserta kelas 1 dan 2. Untuk peserta kelas 1 kenaikannya dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu, sementara untuk kelas 2 jumlah iurannya naik dari Rp 55 ribu menjadi Rp 110 ribu. Untuk kelas 3, usulan kenaikannya adalah dari 25,5 ribu menjadi Rp 42 ribu, atau naik 65 persen.

Lebih lanjut Iqbal menuturkan, hal yang membedakan segmentasi mandiri dibandingkan segmentasi yang lain seperti Pekerja Penerima Upah (PPU), adalah belum adanya penegakan hukum, sehingga perlu diinisiasi aturan yang dapat mendisiplinkan peserta untuk membayar iuran.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement