Kamis 12 Sep 2019 17:09 WIB

Ekonom: Revisi Undang-Undang Bukan Solusi Perbaiki Investasi

Empat tahun terakhir pemerintah merelaksasi aturan investasi

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Investasi.   (ilustrasi)
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Investasi. (ilustrasi)

EKBIS.CO, JAKARTA – Ekonom Senior Anton Gunawan menilai, skema omnibus law untuk mendorong pertumbuhan investasi di Indonesia tidak dapat dijadikan pemerintah sebagai solusi satu-satunya. Sebab, masih banyak yang dibutuhkan calon investor saat ingin berinvestasi di suatu negara. Terutama kemudahan dalam merealisasikan perizinan di daerah.

Anton menjelaskan, sudah banyak memang yang dilakukan pemerintah untuk mengatur regulasi dalam rangka meningkatkan investasi. Hanya saja, upaya ini tidak dapat dilakukan dalam satu waktu saja. "Perlu dilakukan secara terus menerus," ujarnya ketika ditemui usai diskusi di Jakarta Pusat, Kamis (12/9).

Baca Juga

Anton menuturkan, pemerintah harus banyak belajar dari survei yang dilakukan berbagai macam lembaga internasional. Sebut saja World Bank yang menyebutkan bahwa faktor regulasi di tingkat daerah masih menghambat. Di sisi lain, sistem logistik juga belum lancar yang berpotensi menghambat kegiatan distribusi.

Apabila dilihat secara tren, Anton menambahkan, jumlah regulasi yang agak menghambat dan bersifat proteksionis meningkat pesat pada kurun waktu 2009 hingga 2015. Baru empat tahun belakangan ini, pemerintah baru melakukan sejumlah relaksasi. Salah satu dampaknya, tingkat Ease of Doing Business Indonesia mengalami perbaikan.

Tapi, Anton mengatakan, tingkat regulasi yang kini masih menghambat masih terlalu tinggi. Di sisi lain, pemerintah masih memiliki banyak pekerjaan, termasuk memberikan kemudahan kepada calon investor seperti yang dilakukan Vietnam. "Kita lihat saja, mengapa banyak negara pilih (investasi) di Vietnam. Selain karena kedekatan politik, juga ada kemudahan yang ditawarkan," tuturnya.

Kemudahan ini sebenarnya menjadi poin yang lebih penting dibanding dengan pemberian insentif. Anton menyebutkan, besaran pajak di Indonesia bukan menjadi sebuah permasalahan bagi para pengusaha ataupun investor. Lebih dari itu, mereka lebih memperhatikan aspek fundamental seperti pasar kerja.

Anton menilai, pasar kerja di Indonesia masih cenderung tidak fleksibe. Mobilitas antar sektor dari labour market juga agak sulit mengingat skill mereka yang masih sangat rendah untuk dapat pindah ke tempat lain. "Ini yang harusnya dapat diaddress," ujarnya.

Tidak kalah penting, Anton menekankan, pemerintah juga harus memperhatikan efisiensi investasi. Selama ini yang terjadi adalah, investasi yang masuk ke Indonesia belum mampu mendorong produktivitas secara maksimal. Kondisi ini terlihat melalui tingkat Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang masih tinggi di kisaran enam hingga tujuh.

Dengan ICOR yang tinggi, Anton mengatakan, pemerintah harus melihat dan meneliti jenis investasi yang masuk ke Indonesia. Perancangan yang dilakukan pun patut dilakukan dengan baik agar mampu meningkatkan produktivitas lebih tinggi.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menyampaikan, pemerintah akan melakukan revisi terhadap lebih dari 72 undang-undang yang dinilai menghambat investasi. Hal ini sesuai dengan arahan dari Presiden Joko Widodo yang ingin mendorong pertumbuhan investasi.

Luhut mengatakan, revisi melalui skema omnibus law tersebut ditargetkan rampung dalam kurun waktu satu bulan. "Sekarang sedang dikerjakan oleh Kantor Sekretariat Kabinet dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian," katanya.

Regulasi yang dituju adalah peraturan yang dirasa sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Sebab, menurut Luhut, banyak regulasi di Indonesia kini dibuat sejak zaman penjajahan Belanda maupun era 1970an hingga 1990an. Dampaknya, keberadaan payung hukum ini tidak compatible dengan situasi ekonomi terkini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement