EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berupaya meningkatkan daya saing industri farmasi dan alat kesehatan melalui ranah digital. Salah satunya mendorong riset terapan biofarmaka dan vaksin lewat pengadaan e-katalog.
Staf Ahli Bidang Hukum Kemenkes Kuwat Sri Hudoyo mengatakan pihaknya berupaya mempermudah sertifikasi obat, peredaran alat kesehatan. “Kita juga sudah menggunakan e-katalog agar mendapatkan obat-obatan berkualitas dalam negeri dan bisa dijangkau masyarakat dengan murah," ujarnya saat acara Forum Merdeka Barat 9 di Kominfo, Jakarta, Senin (16/9).
Menurutnya pengadaan barang atau jasa pemerintah dengan e-katalog merupakan salah satu upaya Kemenkes mendapatkan obat-obatan dan alat kesehatan berkualitas domestik dengan harga terjangkau. Diharapkan dengan kerja sama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah (LKPP), pengelola layanan kesehatan pemerintah dan para pelaku usaha industri farmasi mampu mendapatkan obat-obatan generik dan alat kesehatan yang terbaik.
Di samping itu, pemerintah juga sudah membuka akses e-katalog ke kalangan rumah sakit swasta. Sebab, sudah saatnya industri farmasi Indonesia tidak lagi tergantung pada bahan baku impor dan mulai mengembangkan bahan baku dalam negeri seperti herbal.
“Diharapkan mendorong industri farmasi dalam negeri agar memiliki daya saing. Apalagi alat kesehatan produk dalam negeri sudah banyak dimanfaatkan untuk layanan kesehatan masyarakat bahkan sebagian sudah bisa diekspor,” jelasnya.
Saat ini, industri farmasi di dalam negeri sebanyak 206 perusahaan. Jumlah tersebut didominasi oleh 178 perusahaan swasta nasional, 24 perusahaan multinasional dan mpat Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Lalu, ada 11 ribu jenis obat, dengan 498 jenis-503 jenis obat di antaranya merupakan program pemerintah.
Menurutnya pertumbuhan pasar industri farmasi di Indonesia rata-rata naik 13 persen. Bahkan, dari tahun ke tahun, kenaikan pertumbuhan industri itu selalu konsisten. Jika dirincikan market share industri farmasi di Indonesia, yaitu dokter sebanyak 58 persen dan pasar bebas sebanyak 42 persen.
“Industri farmasi dalam negeri termasuk industri yang telah lama berdiri dan mampu memenuhi 75 persen kebutuhan obat dalam negeri. Hanya saja, fakta juga menunjukkan bahwa saat ini industri farmasi masih terkendala produksi bahan baku. Hampir 90 persen bahan bakunya masih dipenuhi dari impor,” jelasnya.
Oleh karena itu, pemerintah akan berupaya menggenjot angka investasi di sektor hulu farmasi. Saat ini, Indonesia masih mengimpor empat miliar dolar AS dalam bahan baku obat dan sekitar 800 juta dolar AS dalam bentuk obat jadi.