EKBIS.CO, JAKARTA -- Budidaya kprtikultura ramah lingkungan semakin populer di kalangan milenial. Seiring perubahan gaya hidup dan pola konsumsi yang semakin dinamis,penyediaan bahan pangan yang aman dikonsumsi terus meningkat. Termasuk dalam penyediaan produk hortikultura seperti sayuran dan buah-buahan berkualitas, segar, dan bebas residu pestisida kimia.
Mau tidak mau, sistem produksi pada level hulu dituntut berbenah dan menyesuaikan diri. Salah satunya dengan cara menerapkan teknik budidaya ramah lingkungan. Direktur Perlindungan Hortikultura, Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Sri Wijayanti, mengatakan, sebagai negara agraris beriklim tropis, pertanian Indonesia tak hanya harus mampu menghasilkan produk dengan jumlah yang mencukupi, namun juga harus aman dikonsumsi.
"Sistem budidaya pertanian mau tidak mau harus menerapkan standar mutu dan keamanan pangan, tak hanya level nasional tapi berstandard global. Ini menjadi bagian penting dalam rangka mewujudkan target Indonesia lumbung pangan dunia 2045," kata Sri dalam keterangannya, Selasa (17/9).
Kedepan, kata Sri, tren budidaya ramah lingkungan bakal mampu menghasilkan produk organik. "Kami sudah membaca dinamika perkembangan tersebut. Jangka pendek dan menengah ini, kami sudah rumuskan dalam skenario Grand Design Ditjen Hortikultura 2020-2024," katanya.
Berbagai program yang diluncurkan terutama untuk memfasilitasi segmen petani muda milenial agar sejak awal sudah menerapkan prinsip budidaya ramah lingkungan. Pihaknya meddorong para petani muda milenial mampu menjadi agen perubahan perbaikan sistem budidaya hortikultura.
Sistem budidaya ramah lingkungan saat ini sudah berkembang luas di sentra-sentra produksi buah dan sayuran di Indonesia. Salah satunya, di Desa Tlogo Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah.
Para petani muda dan milenial di wilayah tersebut mulai aktif mendorong implementasi budidaya ramah lingkungan kepada seluruh petani binaan. Kepala Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman, Retno Dyah, menjelaskan saat ini setidaknya ada 5 Desa di Kecamatan Mirit Temanggung yang telah mengembangkan budidaya ramah lingkungan yaitu Desa Mirit, Klogo Depok, Mirit Petiguson, Sumber Jati, Wiro Marta.
Cakupan luasannya kurang lebih 20 hektare. Selama ini kelompok tani antusias dan responsif terhadap penggunaan bahan Agens Hayati. Tanaman pembatas yang diketahui mampu menekan hama seperti refugia dan bunga matahari sudah banyak ditanam petani.
"Demikian pula penggunaan likat kuning serta trichoderma, sudah biasa dilakukan petanis disini," ungkap Retno.
Ketua Kelompok Tani Krajan sekaligus petani champion cabai Desa Tlogo Pragoro, Mirit Kebumen, Taat, mengaku sangat antusias mengembangkan budidaya ramah lingkungan di daerahnya. "Sudah dua tahun terakhir kami bersama kelompok dan tiga desa binaan sangat konsen mengembangkan dan menggaungkan metode ramah lingkungan ini. Sambutan petani ternyata luar biasa," katanya.
Taat menambahkan, dengan menerapkan sistem budidaya ramah lingkungan dan pengaturan pola tanam, banyak manfaat yang diperoleh. Ia mengatakan, produk cabai dan pepaya alhasil makin banyak diburu pedagang maupun konsumen. "Permintaan terus meningkat. Hasil panen ternyata juga bisa lebih optimal kualitas maupun jumlahnya. Biaya impas produksi cabai di Wilayah Mirit Kebumen yang semula 12 sampai 13 ribu rupiah per kilo, setelah kami mengaplikasikan penggunaan agens hayati (metode ramah lingkungan) bisa ditekan menjadi 10 ribu rupiah," katanya.