EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mendorong perbankan menyalurkan kredit atau pembiayaan dengan kelonggaran melalui Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM). BI menambah instrumen pinjaman yang diterima untuk menjadi sumber pendanaan.
Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial, Juda Agung menyampaikan RIM ideal berkisar 84-94 persen. Dengan tambahan pinjaman yang diterima, nilai RIM akan berkurang sehingga bisa memacu lebih banyak penyaluran kredit.
"Dengan rasio saat ini, rata-rata RIM sebesar 93,14 persen, akan turun menjadi 91,11 persen," kata dia di Kompleks BI, Jakarta, Jumat (20/9).
Menurutnya, terdapat ruang tambahan pendanaan sebesar Rp 128 triliun dengan menambah komponen pinjaman yang diterima tersebut. Dengan reformulasi RIM, akan ada 42 bank yang bisa didorong untuk penyaluran kredit dari awalnya 36 bank.
Komponen pinjaman yang diterima yang dimaksud termasuk bilateral dan sindikasi dengan sisa jangka waktu di atas satu tahun. Dana pinjaman ini bisa yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri.
Untuk sumber dana domestik, pinjaman antar bank tidak bisa masuk atau dihitung. Sementara sumber dana dari luar negeri bisa berasal dari bank maupun nonbank. Juda mengatakan tren pinjaman-pinjaman tersebut terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
"Pertumbuhannya dalam 10 tahun terakhir itu sekitar 30,5 persen, memang tidak sebanding dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) tapi cukup," kata dia.
Meski demikian, transmisi penyaluran kredit perlu dilakukan secara aman. Sehingga kebijakan ini berlaku hanya untuk bank dengan rasio kredit bermasalah di bawah lima persen dan atau punya rasio kecukupan modal (KPMM) di atas 14 persen.
"Ada beberapa bank yang sebenarnya bisa salurkan kredit tapi tidak dilakukan, maka kita akan berikan disinsentif, berupa penambahan giro RIM," kata dia.
Bagi bank dengan NPL di atas lima persen dan atau KPMM di bawah 14 persen maka dikecualikan dari disinsentif tersebut. Ini dimaksudkan agar bank-bank yang ada pada rentang RIM ideal terdorong menyalurkan lebih banyak kredit atau pembiayaan.
Gubernur BI, Perry Warjiyo menyampaikan risiko kredit tetap terkendali dan fungsi intermediasi tetap berlanjut. Rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan per Juli 2019 tercatat 23,1 persen dan rasio kredit bermasalah sebesar 2,6 persen (gross) atau 1,2 persen (net).
Pertumbuhan kredit sedikit melambat dari 9,9 persen (yoy) pada Juni 2019 menjadi 9,6 persen (yoy) pada Juli 2019. Terutama dipengaruhi terbatasnya permintaan kredit korporasi. Pertumbuhan DPK pada Juli 2019 sebesar 8,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan Juni 2019 sebesar 7,4 persen (yoy).
"BI memandang bauran kebijakan moneter dan kebijakan makroprudensial yang akomodatif dapat mendorong pertumbuhan kredit tanpa mengganggu stabilitas sistem keuangan," katanya.
Pertumbuhan kredit perbankan diprakirakan dalam kisaran 10-12 persen (yoy) pada 2019 dan 11-13 persen (yoy) pada 2020. Sementara DPK diprakirakan dalam kisaran 7-9 persen (yoy) pada 2019 dan 8-10 persen (yoy) pada 2020.