EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Pertanian menyusun ulang grand design produk hortikultura nasional. Penyusunan ulang tersebut untuk membenahi sektor hortikultura di tengah persaingan pasar global yang makin ketat.
Direktur Jenderal Hortikultura, Kementan, Prihasto Setyanto, menuturkan, Indonesia dituntut mengambil peran strategis sebagai penghasil hortikultura yang berdaya saing tinggi. Menurut dia, langkah awal penyusunan grand design dimulai dari menata ulang sistem produksi dari hulu dan hilir yang terintegrasi.
"Penataan kawasan hortikultura meliputi buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan tanaman obat harus komprehensif," kata Prihasto dalam keterangan resminya, Sabtu (21/9).
Ia mencontohkan, jika pemerintah telah menetapkan volume dan ekspor buah, maka seluruh mata rantai bisnis dari on-farm hingga off-farm harus saling menguatkan dan terhubung. Prihasto menuturkan, rentang tahun 2020-2024 akan menjadi periode yang penting bagi Indonesia apakah sanggup bersaing di pasar global atau tidak.
"Kita harus desain penataan kawasan hortikultura menjadi sebuah grand design yang mampu menjawab pasar global," ujar dia.
Pasar produk hortikultura di level global menuntur kualitas yang tinggi dan aman dikonsumsi. Di satu sisi, menurut Prihasto, preferensi konsumsi tidak lagi sebatas produk, namum mulai mempertimbangkan bagaimana proses produk itu dihasilkan.
Mau tidak mau, lanjut dia, sistem budidaya petani lokal yang ramah lingkungan mesti diterapkan. Sistem produksi hortikultura harus berkorelasi positif terhadap perbaikan kualitas lingkungan. Semisal, dalam mengurangi emisi gas karbondioksida.
Karenanya penyediaan unggul wajib diperhatikan pemerintah. Sarana dan prasarana pendukung pertanian hortikultura seperti irigasi, jalan usaha tani, alat mesin pertanian, fasilitas pasca panen, hingga masalah pembiayaan dan pemasaran harus membentuk jejaring kerja. Termasuk, disertai dengan penguatan kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan yang ada.
"Kita tidak bisa lagi bicara spot-spot lahan. Harus berskala kawasan yang luas dan berbasis korporasi. Dalam satu kawasan, semua pihak terkait masuk ke situ. Hulu Hilir semuanya saling terhubung," katanya.
Sebagai contoh, komoditas buah durian yang ingin didorong untuk bersaing dengan negara kompetitor. Produk asal Indonesia tidak akan mampu bersaing jika seluruh pihak terlibat tidak membentuk kawasan produksi yang terintegrasi.
Ia mengakui pun komitmen pemerintah pusat dan daerah harus kembali dibangun bersama. "Harus dipetakan kembali lahan-lahan yang akan didesain menjadi kawasan korporasi hortikultura," katanya menambahkan.
Direktur Buah dan Florikultura, Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementan, Liferdi Lukman mengatakan, pihaknya kini tengah membangun rintisan kawasan durian terpadu sebagai salah satu proyek percontohan. Kawasan tersebut dibentuk di Desa Sempur, Kecamatan Belik, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah.
Pada tahap pertama, pihaknya membuat suatu kawasan seluas 10 hektare dalam satu hamparan sebagai awal percontohan. Tahun depan, luas kawasan bakal ditambah 200 hektare (ha) jika tahap pertama berhasil. "Kami melibatkan Kementerian LHK, Dinas Pertanian, Dinas Pekerjaan Umum, Kelompok Tani Hortikultura, praktisi, pelaku usaha, hingga penjamin usaha," ujarnya.
Benih yang dipilih merupakan benih unggul dan adaptif terhadap kondisi agroklimat setempat. Kawasan tersebut dilengkapi dengan irigasi. Di satu sisi, sosialisasi digencarkan agar para petani mengerti teknik budidaya ramah lingkungan.
Menurut Liferdi, kawasan tersebut jika nantinya berhasil akan diarahkan menjadi kawasan agrowisata untuk meningkatkan kelembagaan petani. Dari semula kelompok tani menjadi kelompok sadar wisata (Pokdarwis) yang merupakan program Kementerian Pariwisata.
"Tentunya akan semakin banyak yang terlibat dan cakupannya makin luas. Ini baru contoh kecil durian, komoditas lain tentu akan kami tata kembali," katanya.