EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengimbau kepada peternak untuk memperkuat koperasi dan mulai bekerja sama dengan perusahaan peternakan terintegrasi (integrator). Hal itu dilakukan guna mengimbangi gejolak harga ayam yang kerap dialami peternak.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kemendag Suhanto menyampaikan, saat ini perubahan di sektor peternakan tidak hanya perlu dilakukan dari sisi regulator tetapi juga dari peternak. Ini dapat dilakukan dengan membentuk koperasi yang berbadan usaha dan bermitra dengan korporasi atau integrator.
"Kita harapkan peternak juga memperkuat fungsi koperasinya, dan juga harus kerja sama dengan integrator," kata Suhanto kepada Republika.co.id, Ahad (22/9) malam.
Hal itu dinilai perlu dilakukan guna meningkatkan daya saing peternak sehingga dapat lebih baik khususnya dari segi pembiayaan. Nilai tambah untuk daging ayam, kata dia, telah berjalan cukup baik di mana beberapa perusahaan integrator telah melakukan ekspor produk ayam olahan ke beberapa negara Asia.
Guna meningmbangi kelebihan pasokan yang membuat harga ayam peternak kerap bergejolak, pemerintah menurut dia bisa memutuskan untuk mengurangi pasokan sesuai dengan perhitungan yang matang. Dalam hal ini pihaknya mengaku telah berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian (Kementan) untuk produksi final stock (FS) untuk solusi jangka pendek dan afkir dini parent stock (PS).
Dia menambahkan, rantai pasok ayam saat ini dimulai dengan hasil produksi peternak kemudian dibeli putus oleh broker atau pengumpul ayam. Selanjutnya disalurkan ke rumah potong ayam (RPA), disalurkan ke pedagang di pasar rakyat dalam bentuk karkas. Namun dia tak memungkiri bahwa ada juga broker atau pengumpul yg menjual langsung ke pedagang pasar dalam bentuk ayam hidup atau live bird (LB).
"Penjualan di pasar rakyat berupa daging segar sedangkan di ritel berupa daging ayam beku," ujarnya.
Berdasarkan informasi dari Pinsar Indonesia, rata-rata harga ayam nasional per 19 September 2019 di peternak sebesar Rp 15.483 per kilogram (kg), di mana harga terendah saat ini terjadi di wilayah Purwokerto, Batang, Pekalongan, dan Pemalang yang mencapai Rp 13 ribu per kg. Menurut dia penurunan harga di tingkat peternak merupakan cerminan dari kondisi supply and demand, di mana saat ini peternak mengeluhkan stok LB di kandang yang berlebih, sementara di sisi lain kondisi kapasitas terpasang cold storage di RPA dan ritel maupun pasar rakyat dalam kondisi penuh.
"Padahal permintaan konstan sehingga pedagang pengumpul atau broker ini sulit dalam menyerap harga di peternak," ujarnya.
Terkait dengan pengaturan tata niaga, kata dia, saat ini Kemendag telah mengatur harga acuan yang diasumsikan bahwa kondisi supply dan demand dalam keadaan normal maupun sarana produksi termasuk pakan dan day old chicken (DOC). Dalam hal ini, jika terjadi penurunan harga yang signifikan dalam periode yang cukup lama dan terdapat isu kelebihan pasokan, pemerintah dapat memutuskan untuk mengurangi pasokan sesuai dengan perhitungan yang matang.
Lebih lanjut dia menyebutkan bahwa dalam upaya memproteksi peternak lokal dengan dibukanya kebijakan impor daging ayam asal Brasil, pemerintah telah menetapkan persyaratan daging yang aman, sehat, utuh, dan halal (Asuh). Di mana salah satu kewajiban impor daging yang masuk ke indonesia harus bersertifikat halal mulai dari pemotongannya.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 33 tahun 2014 terkait Jaminan Produk Halal dan UU Nomor 18 Tahun 2009 juncto UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Dalam beleid tersebut ditetapkan bahwa pemasukan produk hewan kedalam wilayah NKRI harus memiliki sertifikat veteriner dan sertifikat halal.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), Kemendag, dan Kementan, yang dihimpunnya, kebutuhan daging ayam ras per kapita tahun 2019 diproyeksi sekitar 12,13 kg per tahun. Atau dalam skala nasional menjadi sekitar 3,25 juta ton per tahun.