Selasa 24 Sep 2019 20:37 WIB

Moeldoko Sebut KPK Bisa Menghambat Investasi, Ini Kata BKPM

Para investor tidak menginginkan adanya red tape.

Rep: Puti Almas/ Red: Andri Saubani
Gedung KPK (ilustrasi)
Foto: ROL/Fakhtar Khairon Lubis
Gedung KPK (ilustrasi)

EKBIS.CO, JAKARTA — Direktur Deregulasi Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Yuliot mengatakan selama ini para pelaku usaha menghadapi berbagai masalah dalam investasi, di antaranya adalah dengan banyaknya kepala daerah yang tersangkut operasi tangkap tangan (OTT) terkait masalah perizinan. Ia menyebutkan, bahwa pelaku usaha diambangkan untuk mendapat izin yang menjadi kewenangan daerah, karena adanya vested interests atau kepentingan-kepentingan yang berhubungan dengan kedudukan atau kekuasaan.

Yuliot mengatakan, para investor tidak menginginkan adanya red tape atau pita merah yang berarti suatu peraturan berlebih atau penerapan terhadap aturan resmi yang kaku yang dianggap mengurangi produktivitas dan menyebabkan penundaan pengambilan keputusan. Sebagai contoh adalah adanya pungutan liar (pungli) yang menjadi tidak dapat diprediksi.

Baca Juga

“Investor justru tidak ingin adanya red tape, karena adanya pungli cost yg dikeluarkan menjadi unpredictable. Masalahnya, banyak aparat daerah yang mempersulit proses perizinan dan tidak mengambil sikap membantu menyelesaikan percepatan perizinan,” ujar Yuliot kepada Republika, Selasa (24/9).

Karena itu, Yuliot menegaskan, diperlukan perubahan dalam hal mentalitas dan mindset dari pemerintahan pusat maupun daerah terkait layanan perizinan. Dari sisi BKPM, ia mengatakan pelaksanaan kegiatan investasi KPK sangat membantu masalah pungli di sektor perizinan.

“Seian itu juga dengan Stranas Pencegahan Korupsi  KPK dan BKPM melakukan evaluasi terhadap peraturan KL yg mengambat investasi,” kata Yuliot menambahkan.

Sebelumnya, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengatakan, bahwa presiden memutuskan melanjutkan untuk mengesahkan revisi Undang-undang (UU) KPK dengan berbagai pertimbangan, salah satunya adalah keberadaan lembaga antirasuah itu bisa menghambat upaya investasi. Ia juga mengemukakan bahwa berdasarkan hasil sebuah survei, sebanyak 44,9 persen masyarakat ingin agar UU KPK direvisi.

“Ada alasan bahwa KPK itu bisa menghambat upaya investasi,” kata Moeldoko.

Menurut Moeldoko, revisi UU KPK tak melemahkan lembaga anti korupsi. Selain itu, kata dia, pengawasan terhadap lembaga KPK pun dinilainya merupakan hal yang wajar.  Begitu pula terkait poin pengadaan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam revisi UU KPK.

Mantan Panglima TNI itu pun kemudian mencontohkan kasus yang menjerat RJ Lino, mantan Dirut PT Pelindo II yang ditetapkan sebagai tersangka kasus pengadaan tiga unit QCC sejak 2015. Dalam revisi UU KPK ini disebutkan KPK memiliki kewenangan menerbitkan SP3 terhadap suatu kasus dugaan korupsi jika tak tuntas dalam waktu dua tahun. Menurut Moeldoko, jika suatu lembaga mendapatkan kekuasaan absolut justru akan membahayakan.  

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement