EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong pengembangan hidrogen sebagai salah satu sumber energi bersih alternatif dalam upaya transisi energi. Sejalan dengan strategi hidrogen nasional, hidrogen akan berperan mendukung pengembangan energi terbarukan (EBT), mendukung capaian dekarbonisasi, dan sebagai komoditas ekspor.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi menjelaskan, Kementerian ESDM memproyeksikan pertumbuhan permintaan hidrogen mencapai 9,9 juta ton per tahun (Mtpa) pada tahun 2060 yang berasal dari sektor industri, transportasi, kelistrikan, dan jaringan gas rumah tangga. Hidrogen akan berperan strategis guna mencapai target Net Zero Emission (NZE) Indonesia pada tahun 2060 atau lebih cepat. Mempertimbangkan potensi yang luar biasa dari hidrogen sebagai solusi energi bersih, maka menurut Eniya sangat penting untuk membentuk KBLI khusus untuk hidrogen
"Langkah ini tidak hanya akan memberikan kepastian hukum dan regulasi bagi para pelaku industri, tetapi juga mendorong inovasi, investasi, serta kolaborasi lintas sektor yang diperlukan untuk mempercepat pengembangan ekosistem hidrogen di Indonesia," kata Eniya, dalam keterangan resmi Kementerian ESDM, dikutip pada Rabu (25/9/2024).
Ia membuka acara Konsultasi Publik Penyusunan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Hidrogen pada Selasa (24/9/2024). Salah satu yang didorong KBLI baru, kata Eniya, adalah produksi hidrogen. Menurutnya, 70 persen pembentuk harga green hydrogen berasal dari harga listrik EBT. Oleh sebab itu, Ditjen EBTKE perlu memastikan keekonomian dan keberlanjutan hidrogen dalam mendukung upaya transisi energi di Indonesia.
“Pengusulan Kode KBLI Hidrogen telah melalui naskah urgensi. Kami menggandeng UK MENTARI dalam kerangka kerja sama UK FCDO Programmes, untuk mendukung pengusulan KBLI bidang hidrogen. Kajian ini kami targetkan akan selesai dalam waktu dekat, dan selanjutnya akan kami sampaikan kepada Badan Pusat Statistik (BPS),” ujar Eniya.
Tidak hanya sebagai upaya untuk meningkatkan keamanan produk, pengembangan Kode KBLI Hidrogen juga berperan untuk pengawasan aktivitas usaha yang tepat dan memberikan kepastian hukum bagi para investor. Dari sisi konsumen, kehadiran standar yang jelas akan memberikan jaminan mutu penggunaan hidrogen sebagai bagian rantai pasok energi masa depan.
"Tentunya kita juga harus menyiapkan diri terhadap isu-isu sosial yang muncul seiring dengan perkembangan ekosistem hidrogen di Indonesia. Perlu keterlibatan berbagai peran dari semua stakeholder untuk mengedukasi dengan baik dan mengenalkan hidrogen dengan lebih bersahabat sehingga kondisi acceptance dapat mendukung terciptanya keekonomian hidrogen di Indonesia,” ujar Eniya.
Ia menilai pengembangan hidrogen tidak hanya mampu mengurangi emisi karbon dioksida (CO2). Pada saat yang sama juga memperkuat posisi Indonesia dalam kancah transisi energi global dan mendukung pencapaian target energi terbarukan.
“Potensi ekonomi hidrogen itu menjanjikan, pasar hidrogen hijau dunia diperkirakan mencapai nilai 11 triliun dollar AS pada tahun 2050, dan ini akan tumbuh. Tumbuh diproyeksikan sampai 70 miliar dollar AS pada tahun 2060. Dari aspek lingkungan tentunya, studi IRENA menginformasikan saat ini karbon kita sangat tinggi, 6 giga ton per tahun dan setara dengan 10 persen. Kalau kita menggunakan hidrogen 10 persen akan bisa mengurangi. Indonesia punya potensi mampu menurunkan 11,6 juta ton CO2 per tahun," ujar Eniya
Lebih lanjut Eniya menyampaikan, IRENA juga memprediksi bahwa pengembangan hidrogen hijau yang mencakup rantai pasok hidrogen dari produksi hingga aplikasi akan menciptakan hingga 5,3 juta pekerjaan baru di tahun 2050.
Sebagai informasi, inisiasi pembahasan KBLI hidrogen telah dimulai sejak 25 Oktober 2023 dengan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan. Adapun hasil pembahasannya antara lain pertimbangan aspek keamanan pada setiap rantai pasok hidrogen (produksi, penyimpanan, pengiriman/distribusi, dan pemanfaatan) diperlukan pengaturan perizinan spesifik untuk energi hidrogen (utamanya hidrogen hijau yang nirkarbon) dalam kerangka perizinan berbasis risiko.
Pengusulan KBLI hidrogen dikoordinasikan oleh Kementerian/Lembaga pengampu di bawah Ditjen EBTKE, satu tahun sebelum pembahasan dan penetapan Buku KBLI 2025. Tahun 2024, Ditjen EBTKE bekerjasama dengan UK-MENTARI menyusun kajian KBLI Hidrogen. Sebelumnya telah dilakukan Kick-Off Meeting pada tanggal 27 Mei 2024 dan serangkaian pembahasan one-on-one bersama stakeholder terkait diantaranya BPS, BKPM, Kemenperin, Kemenhub dan lainnya.