Ahad 29 Sep 2019 10:01 WIB

Investasi Produsen Lampu China 150-400 Juta Dolar AS

Philips menguasai pangsa pasar lampu LED di Indonesia sebesar 40 persen.

Rep: Vicky Rachman(swa.co.id)/ Red: Vicky Rachman(swa.co.id)
Lampu LED.
Foto: Pixabay
Lampu LED.

John Manoppo, Ketua Umum Aperlindo, mengestimasikan investasi dari pabrik lampu China makin atraktif. (Foto : Dok Aperlindo)

 

Asosiasi Industri Perlampuan Listrik Indonesia (Aperlindo) memproyeksikan nilai investasi produsen lampu asal China di Indonesia di tahun 2019 hingga 2020 berkisar 150-400 juta dolar AS. Nilai investasi itu ditaksir Aperlindo berdasarkan komitmen 3-4 produsen lampu China yang sedang menjajaki membuka pabrik lampu di Indonesia di semester II/2019 atau di tahun depan.

“Rata-rata investasi membangun pabrik lampu di Indonesia itu sekitar 50 juta dolar AS hingga 100 juta dolar AS per pabrik, satu unit pabrik memiliki 1-2 lini produksi yang kapasitas produksinya 1-2 juta unit lampu per bulan,” tutur John Manoppo, Ketua Umum Aperlindo saat ditemui SWAonline di sela-sela pameran Indonesia International Electronics & Smart Appliances Expo di Jakarta, Jum’at (27/9/2019).

John menyebutkan, produsen lampu dari China itu berminat untuk berinvestasi di Indonesia untuk mengembangkan bisnis lampu, khususnya lampu LED (light emitting diode) untuk segmen rumah tangga. Selain itu, menurut John, produsen lampu China berkeinginan untuk memperluas pasar di Indonesia.

Aperlindo memiliki anggota sebanyak 42 anggota dan 90 persen atau 36 perusahaan dari jumlah anggotanya itu adalah importir lampu. “Yang sisanya adalah produsen lampu, jumlahnya 6 perusahaan yang memiliki pabrik lampu di Indonesia,” ujar John.

Keenam produsen lampu di Indonesia itu diantaranya memproduksi lampu bermerek Hori yang diproduksi oleh PT Honoris Industry, anak usaha PT Multi Indocitra Tbk (MICE). Kemudian lampu Cahaya yang diproduksi PT Pancaran Indonesia, dan lampu Focus produksi PT Tjipto Langgeng Abadi.

“Produsen lampu lokal di Indonesia hanya bisa memenuhi kebutuhan lampu LED domestik sebesar 20 persen, yang sisanya diimpor,” ungkap John. Ia menyebutkan Philips menguasai pangsa pasar lampu LED di Indonesia sebesar 40 persen, disusul Hannochs (produsen lampu di Medan, Sumatera Utara), Hori 10 persen, Cahaya 5 persen, dan Focus 5 persen.

Aperlindo mengestimasikan volume pasar lampu LED sebanyak 300 juta unit di tahun 2019, atau berpeluang tumbuh 25 persen dari 240 juta unit di tahun 2018. “Kalau size pasarnya sekitar Rp 6 triliun di tahun ini. Asumsinya rata-rata harga lampu LED yang seharga Rp 20 ribu per unit dikalikan volume pasar yang 300 juta unit,” John merincikan.

Peluang pasar lampu LED yang menggiurkan itu mengundang minat produsen lampu China untuk menjajaki opsi membangun pabrik dengan mendirikan perusahaan patungan dengan produsen lampu Indonesia atau membangun pabrik tanpa bermitra dengan mitra lokal. John menyebutkan benefit yang bakal diperoleh investor membangun pabrik di Indonesia adalah harga jual produk lebih rendah apabila dibandingkan lampu impor.

“Fluktuasi mata uang dollar Amerika Serikat terhadap rupiah mencapai Rp 14-an ribu dan rata-rata upah buruh di China naik menjadi 6 ribu Yuan per bulan dari sebelumnya 3 ribu Yuan,” tutur John.

Jika dirata-ratakan upah buruh di China, menurut John, naik menjadi Rp 12 juta/bulan dari Rp 6 juta/bulan. Jika dikonversikan, nilai tukar 1 Yuan China sekitar Rp 1.908. “Industri lampu itu padat karya, satu pabrik akan menyerap tenaga kerja sekitar 100 pegawai. Nah, kami mengusulkan agar mereka mendirikan pabrik di Jawa Barat dan Jawa Tengah yang upah buruhnya lebih kompetitif dibandingkan di China dan daerah lainnya di Indonesia,” John menjelaskan.

Selain itu, infrastruktur di kedua daerah itu memudahkan akses distribusi dan logistik ke pelabuhan dan bandara udara. “Kami akan mengajak produsen lampu China, Kami optimistis mereka akan membangun pabrik lampu sekitar 3 hingga 4 pabrik di tahun ini atau tahun depan,” pungkasnya. (*)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan swa.co.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab swa.co.id.
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement